Simposium Nasional Kebencanaan 2024 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ( Foto : Humas) |
WHO serta organisasi luar negeri seharusnya belajar penanganan bencana dan kesehatan kepada Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Sumarjaya selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI dalam agenda Simposium Nasional Kebencanaan 2024 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 16 Oktober lalu. Dalam agenda ini, turut hadir berbagai peserta dari kalangan mahasiswa dan praktisi bidang sosiologi, keperawatan, farmasi, kedokteran, dan lain-lain.
Lebih lanjut, Sumarjaya mengatakan, kehadiran bencana selalu berkaitan dengan kesehatan. Maka hal tersebut harus selalu diperhatikan. Ia juga menjelaskan krisis kesehatan merupakan hasil dari bencana alam, non alam serta sosial yang berdampak pada kesehatan. Apalagi jika terjadi bencana selalu menghasilkan korban-korban, akses layanan yang terganggu, adanya keterbatasan SDM, dan lainnya.
Baca juga : UMM Lima Besar Kampus Terbaik Indonesia Bidang Kualitas Riset
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya memiliki program tenaga cadangan kesehatan. Program ini berisikan SDM terlatih yang telah disiapkan pada saat pra krisis. Mereka dilatih sesuai dengan standart yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Di dalam SDM itu juga ada relawan dan para ahli penugasan yang berasal dari non kesehatan serta kesehatan. Saat ini ada sebanyak 17.500 anggota yang telah bergabung dalam program tenaga cadangan kesehatan di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah cukup baik dalam menangani bencana.
“Indonesia punya segala fenomena bencana seperti gempa, erupsi, banjir, tsunami, tanah longsor dan lain sebagainya. Maka dari itu, salah apabila kita harus belajar cara penanganan bencana ke luar negeri. Seharusnya mereka yang belajar kepada kita mengenai penanganan bencana tersebut. Saya juga sampaikan terimakasih kepada MDMC. Melalui Dokter Corona, MDMC turut berpartisipasi dalam proses pembentukan program tenaga cadangan kesehatan,” tambahnya,
Di sisi lain, Prasinta Dewi selaku Deputi Bidang Pencegahan BNBP mengatakan bahwa telah terjadi 1.560 bencana di Indonesia pada rentang bulan Januari hingga Oktober 2024 yang tentunya menelan banyak korban. Menurutnya, fenomena bencana-bencana ini didorong adanya hidrometologi basah yang mengakibatkan banjir, cuaca ekstrim, juga kebakaran hutan ataupun lahan. Menurut The World Risk Index 2024, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara paling rentan mengalami ancaman bencana dari 193 negara lainnya. Sehingga, Indonesia menjadi salah satu laboratorium kebencanaan untuk mengkaji berbagai resiko bencana.
Baca juga : Safari RBC di Madura: Sediakan Ratusan Buku Menarik
Sebagai penutup, Sinta mengatakan bahwa kolaborasi dengan pemerintah dalam penanggulangan bencana sangat penting untuk memitigasi dampak bencana dan mempercepat pemulihan. “Peran Indonesia bukan hanya ada di tingkat nasional, tetapi juga tingkat internasional. Seperti halnya Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada negara Palestina dan Sudan sebanyak 14 kali pengiriman bantuan dalam kurung waktu dua tahun terakhir. Ini adalah bentuk kepeduliaan Indonesia,” pungkasnya. (zaf/wil)