Foto ilustrasi (Foto: Haqi Humas) |
Berdasarkan hasil riset dari OCBC NISP dan NielsenIQ pada 2021 memaparkan jika Fitness Financial Index generasi muda berada di angka 85,6% tampak “kurang sehat” secara finansial. Hanya 14,3% anak muda di Indonesia yang berusaha menggapai “sehat” finansial. Dari laporan tersebut terlihat jika perencanaan finansial anak muda di Indonesia masih kurang dan perlu melakukan perbaikan.
Novi Puji Lestari, SE., MM., selaku Dosen Program Studi (Prodi) Manajemen mengatakan bahwa fenomena itu cukup sulit untuk dibendung. Terlebih lagi kebiasaan anak muda zaman sekarang yang inginnya serba dilayani karena dukungan teknologi. Baginya, gengsi menjadi prioritas utama anak muda zaman sekarang.
“Misalnya, hanya beli teh saja harus ke mall demi kelihatan bergengsi. Padahal biayanya juga pasti lebih banyak dibandingkan dengan manfaatnya. Selalu mengedepankan keinginan bukan kebutuhan, sehingga ini yang menyebabkan perencanaan keuangan tidak bagus,” ujarnya
Baca juga : Diskusi UMM dan AUN-QA Kaji Standarisasi Pendidikan Kawasan ASEAN
Novi, sapaan akrabnya juga sempat memberikan solusi serta perilaku-perilaku yang perlu dihindari oleh anak muda. Salah satunya adalah dengan menjauhi pengeluaran yang tidak menjadi prioritas utama. Selain itu, selalu mengedepankan dan mengupayakan apa yang menjadi prioritas. Menurutnya, anak-anak muda juga bisa membagi keuangan menjadi tiga bagian yakni living, saving dan playing.
Hasil survei dari Alvara Research Center pada tahun 2020 berjudul “Indonesia gen Z and Millennial Report 2020: The Battle Of Our Generation” menemukan fakta jika alokasi pengeluaran generasi Z untuk menabung dan investasi hanya sebesar 9,2%. Sementara pengeluaran kebutuhan rutin sebesar 59,9%. Adapun generasi milenial berada di angka 10,5% untuk menabung dan investasi serta 57,3% untuk pengeluaran kebutuhan rutin. Adapun Novi menawarkan solusi terbaik dalam mengatur keuangan yakni 30% saving, 50% living dan 20% playing.
Baginya, mengatur keuangan sejak dini sangatlah penting agar nanti ketika sudah memiliki penghasilan, mereka tidak kebingungan lagi. Pemahaman keuangan sejak dini juga membuat anak muda bisa terlatih di masa depan sehingga tidak sukar untuk melakukannya ketika dewasa kelak.
Baca juga : UMM Kaji Perubahan Akreditasi Mandiri Kependidikan
“Manfaat jangka pendeknya, kita jadi punya saving dan bisa investasi di usia muda. Untuk jangka panjang, kita bsia menyiapkan diri dalam kehidupan berkeluarga kelak. Apalagi mengingat kalau ekonomi adalah faktor penting untuk keutuhan keluarga,” kata sekretaris prodi manajemen itu.
Lebih lanjut, strategi lain yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teori pendapatan=konsumsi dan saving. Sehingga, sebesar apapun pendapatan, maka kebutuhan akan mengikuti. Menurutnya, solusi terbaik adalah tentukan saving di awal. Meskipun tidak terlalu besar, namun jika diupayakan rutin tiap bulan dan tidak diambli kecuali keadaan mendesak, maka anak muda akan terbiasa menabung.
Terakhir, Novi selalu percaya jika banyak cara yang bisa dikerjakan anak muda untuk menjadikan sesuatu menjadi uang, asal mampu berkomitmen. Misalnya sajamembuka usaha jastip makanan atau oleh-oleh khas dari daerahnya. Meksi sepele, tapi jika diakumulasi keuntungannya ia rasa cukup besar. Apalagi jika bisa menggunakan ponsel untuk mendukung usaha tersebut.
“Jika memiliki usaha, jangan sekali-kali uang usaha mencampurkan uangnya dengan uang pribadi. Jika memiliki usaha, maka gaji diri sendiri sebagai karyawan bukan seluruh omset dianggap laba. Jangan menyerah jika pernah gagal dalam usaha dan yang terakhir jangan lupa bersedekah karena dalam setiap rezeki kita pasti ada hak orang lain di dalamnya,” pungkasnya. (ros/wil)