Sekalipun bukan warga Indonesia, para mahasiswi ini sangat lihai menampilkan tarian tradisional. |
KOMBINASI kearifan lokal dan nuansa internasional begitu terasa pada kegiatanInternational Gathering 540 mahasiswa asing peserta Darmasiswa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI) yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin-Rabu (8-10/5).
Sekalipun berasal dari 78 negara berbeda, pada event ini terlihat jelas bahwa mereka tidak canggung dengan budaya lokal khas Indonesia. Ratusan mahasiswa asing itu tampak lihai ketika bergantian diberi kesempatan unjuk kebolehan menampilkan berbagai kesenian khas Indonesia, mulai dari tarian, lagu-lagu daerah, memainkan alat musik tradisional, hingga musikalisasi puisi.
Beberapa tarian yang ditampilkan mahasiswa asing yaitu tari topeng, yakni tari kicir-kicir, tari kecak, tari golek sri katon, tari krono rojo, tari rampak rebana, dan tari randai. Mereka juga tampak lihai memainkan alat-alat musik karawitan Jawa seperti gong, gendang, gambang, bonang, demung, seruling, kempul, dan peking. Demikian pula ketika melakukan musikalisasi puisi dan lagu-lagu kebangsaan Indonesia.
Salah satu mahasiswa asal Perancis, Solenn Hus mengaku terkesan dengan keanekaragaman budaya Indonesia yang tak ditemuinya di negara lain. Baginya, Indonesia adalah negara yang tak pernah terpikir di benaknya untuk dikunjungi. Namun, sejak kunjungan pertamanya bersama keluarga ke Indonesia pada 2009, Solenn berubah pikiran. Di matanya, Indonesia adalah negara yang istimewa. Inilah yang mendasari Solenn memilih program studi Bahasa Indonesia di kampusnya di Perancis.
“Indonesia amat luar biasa. Suku, bahasa, penduduk yang ramah, dan kekayaan budayanya tak pernah saya temui di negara lain. Pertama kali saya ke Indonesia pada 2009, sejak itu saya berlibur ke Indonesia setiap tahun. Saya jatuh cinta dengan tradisi kebudayaan Sulawesi, Bali, dan Lombok. Saya bisa belajar banyak dari negara dengan penduduk Muslim terbanyak. Berbeda-beda, tetapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika,” urai Solenn sambil tersenyum.
Pada momen pertunjukan budaya, mahasiswa Darmasiswa UMM mengolaborasikan puisi, tarian, dan musik dalam musikalisasi puisi. Carolina Ximena Carderas Carva Cho dari Chili dan Cipriano Amaral dari Timor Leste merefleksikan perjuangan pemuda Indonesia narasi berdirinya Boedi Utomo, organisasi pergerakan pemuda pertama di Indonesia melalui pembacaan narasi, empat mahasiswa asal Thailand, Jerman dan Malaysia membacakan puisi, enam mahasiswa dari Sudan, Jepang, Thailand, Kamboja, Korea Selatan dan Vietnam menyanyikan lagu Indonesia Jaya, serta enam mahasiswa dari Jerman, Korea Selatan, Thailand, Jepang, dan Vietnam membawakan tarian khas Indonesia, yakni tari kicir-kicir.
Sementara itu mahasiswa asing STIE Malang Kucecwara menampilkan tarian khas Malang yakni tari topeng. Tak hanya itu, mahasiswa Darmasiswa Bali dari tiga kampus memamerkan kemampuannya menarikan tarian khas Bali, Tari Kecak. Mereka berasal dari Universitas Udayana, Politeknik Negeri Bali, dan IKIP Saraswati Bali.
Tak kalah memukau, di akhir acara, gabungan mahasiswa Darmasiswa Yogyakarta yang terdiri dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Sanata Darma, P4TK Seni dan Budaya Universitas Ahmad Dahlan. Puluhan mahasiswa bule ini mempersembahkan kebolehan mereka memainkan alat-alat musik karawitan Jawa seperti gong, gendang, gambang, bonang, demung, seruling, kempul, dan peking.
Puluhan mahasiswa ini juga membawakan Tarian Golek Sri Katon, Tari Krono Rojo, memainkan Gendang Ketawang Ambono, dan Gending Wasono. Meski bukan warna negara Indonesia, namun kemampuan mereka memainkan alat music tradisional ini patut diacungi jempol. Bahkan, jika tak melihat siapa yang memainkan, alunan musik yang terdengar begitu halus layaknya dimainkan pribumi. Penampilan ini disambut dengan gemuruh tepuk tangan dan pujian dari seluruh mahasiswa Darmasiswa RI serta undangan yang hadir. (ich/han)