Tanggapi Perbedaan Hari Raya, Dosen FAI UMM Akhlak Harus Diatas Fiqih

Author : Humas | Sabtu, 22 April 2023 05:33 WIB
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). (Foto: Istimewa)

Ketetapan tentang jatuhnya Hari Raya Idul Fitri di Indonesia beberapa kali tidak sama antara satu organisasi atau golongan. Perbedaan metode yang digunakan menjadi alasan kenapa terjadi perbedaan hari. Tidak jarang hal itu memicu pertengkaran dan perselisihan.
 
Fenomena itu menarik perhatian Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Pradana Boy Zulian, S.Ag, M.A. Ia menyampaikan, warga muslim perlu diingatkan kembali perihal pentingnya menumbuhkan akhlak untuk sesama, terutama terkait perbedaan mazhab. Dengan demikian, dalam diri akan tertanam sikap untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan mazhab yang diyakini.
 
“Akhlak itu harus di atas fiqih. Jangan merasa bahwa prinsip kita paling benar dan punya lain seratus persen salah,” kata pria asal Lamongan tersebut.
 
Menurutnya, menjalankan perintah agama itu haruslah membawa kemaslahatan. Adapun hukum-hukum yang ada di Alquran dan Hadis tidak akan berubah. Namun, pemikiran dan interpretasi manusia bisa jadi berubah.

“Hal inilah yang dinamakan fiqih yang merupakan hasil pemahaman dan interpretasi para ahli atas peristiwa yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alauran dan Hadits,” tandasnya.

Baca juga: Mau Mudik? Ini Tips Dosen UMM agar Mobil Aman
 
Meskipun banyak perbedaan, pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai umat muslim tentu sama yaitu mendapatkan pahala dari Allah. Lagipula menurutnya, tidak mungkin para ulama sengaja menyesatkan jutaan umat dari berbagai golongan. Maka, Boy menyarankan agar setiap orang turut aktif mengikuti organisasi, asalkan organisasi tersebut cocok dengan syariah Islam.
 
“Ikut organisasi itu poinnya bukan karena fanatik, tapi sebagai cara memiliki jaminan. Meskipun memang belum tentu jaminan itu benar. Para ulama-ulama besar di dalamnya juga tidak mungkin  menjerumuskan dan berlomba memproduksi kesalahan,” tegasnya.

Baca juga: Baksos UMM di Malang, Hadirkan Mobil Kaca hingga Edukasi Stunting
 
Selain itu, Boy juga sempat menceritakan kisah sahabat nabi yaitu Mu’adz bin Jabal yang dijadikan acuan untuk berijtihad. Keahlian Mu’adz dalam fiqih dan ilmu pengetahuan, membuatnya seringkali mendapat punian dari Rasulullah SAW. Beliau mengatakan bahwa jika pedoman yang paling utama dalam mengadili adalah kitab Alquran beserta sunnah-sunnahnya. Akan tetapi, jika Mu’adz tidak menemuainya, maka ia akan menggunakan akalnya untuk berijtihad.
 
“Adanya perbedaan itu bisa disebut sebagai cara kita untuk menghargai karunia dan ciptaan Tuhan, yaitu akal. Maka perbedaan itu justru menunjukkan bahwa akal manusia itu bekerja. Karena tidak mungkin semua orang itu sama.m, maka memiliki perbedaan hari raya atau menjalankan puasa itu bukanlah suatu masalah yang harus dibesar-besarkan. Yang penting kita menjalani ibadah syariah puasanya itu dengan ikhlas dan sungguh-sungguh,” imbuhnya. (*nel/wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image