Delegasi UMM saat mengikuti Kompetisi National Moot Court Competition ( Foto : Istimewa) |
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tidak pernah bosan mengharumkan namanya di perlombaan level nasional. Terbaru, kabar gembira datang dari tim mahasiswa jurusan Hukum UMM yang berhasil memenangkan National Moot Court Competition (NMCC) Anti Human Trafficking. Pada kompetisi yang dilaksanakan di Universitas Lampung pada 8 Oktober 2023 itu, mereka memenangkan kategori Berkas Penyidik Terbaik.
Abdillah Cahya sebagai ketua delegasi mengaku sangat bangga dapat membawa pulang juara. Apalagi kompetisi itu merupakan hal yang bergengsi karena diadakan oleh Asian Law Student’s Association (ALSA). Cahya, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa proses pemberkasan dan latihan sudah mereka lakukan sejak enam bulan lalu. Mereka mengkaji kasus terkait perdangan manusia yang tidak pernah selesai di Indonesia, khusunya Lampung.
Baca juga : Berita Keren, Kontribusi Aktif Atasi Covid-19 Bawa UMM Raih Jatim Bangkit Award
“Selama 6 bulan itu kami selalu berdiskusi. Bahkan bersama para polisi langsung sehingga banyak hal yang kami dapat untuk bahan kajian. Bahkan kami seringkali berdiskui hingga shubuh tiba,” ceritanya.
Cahya mengaku, ia kurang begitu percaya diri saat melihat tim-tim lain yang terlihat lebih siap dan keren. Namun, perasaan itu ia tampik karena melihat anggota timnya yang juga sudah bekerja keras demi memenangkan lomba. Berkas-berkas ang disiapkan sudah mencukupi dan akhirnya kepercayaan dirinya bertambah.
“Kalau boleh jujur, kami tidak berharap banyak pada pengumuman juara. Tentu kami ingin bisa mendapatkan juara, apalagi dengan berbagai persiapan yang kami lakukan. Alhamdulillah saat tim UMM terpanggil sebagai pemenang, rasanya rasanya perjuangan kami selama 6 bulan sangat terbayar dengan lunas,” ungkapnya.
Menurutnya, juri tertarik dengan isi berkas yang mereka kaji karena semua berkas yang dibuat sangat sesuai dengan KUHP yang ada di Indonesia. Tidak hanya itu, Cahya juga mengatakan kalau kerjasamanya bersama polisi secara langsung membawa mereka ke titik kemenangan tersebut.
“Dalam kasus itu, kami menggali mengenai perekrutan dan penampungan korban perdagangan manusia. Dari sana kami mengambil pasal 2, pasal 7 ayat 2, dan pasal 17 UU No 21 Tahun 2007,” jelasnya.
Cahya juga mengatakan kalau kasus perdagangan manusia yang terjadi di Lampung telah lama terjadi. Sampai saat ini, masih banyak yang belum tertangkap. Korban yang diperdagangkan juga merupakan mantan pasien rehabilitas yang kemudian dipenjarakan di salah satu instansi. Korban diperlakukan tidak seperti manusia dan mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal.
Baca juga : Mahfud MD dan Khofifah Jadi Cawapres Paling Favorit di Jatim
Tidak hanya itu, Cahya juga mengatakan bahwa dalam kasus tersebut ada korban meninggal dunia saat masih berada di penampungan. Hal ini menjadikan Cahya dan tim memberikan kesimpulan bahwa terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun dan juga denda sebanyak 450 juta rupiah.
“Dengan adanya kasus ini, saya sebagai seorang mahasiswa dan rakyat Indonesia berharap tidak akan terjadi lagi perdagangan manusia. Begitupun dengan pelaku lainnya agar bisa cepat terdeteksi,” pungkasnya. (*ri/wil)