Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., dan Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. (Foto: Haqi Humas) |
Aksi terorisme seringkali menjual narasi-narasi berkedok agama. Padahal pada kenyataannya terorisme dan agama sama sekali tidak berkaitan. Ucapan tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., pada kunjungannya ke Universitas Muhammadiyah Malang, Rabu (6/7) lalu.
Lebih lanjut, Boy sapaan akrabnya, menjabarkan bahwa para teroris biasanya menggunakan agama agar politik yang mereka jalankan berhasil. Biasanya para teroris memasukan ideologi-ideologi yang tidak baik ini melalui beberapa kajian yang rutin diadakan. “Untuk menanggulanginya, kami bekerja sama dengan para ulama di Indonesia untuk mengatasi kesimpangsiuran nilai agama yang mereka bawa. Salah satu ulama yang selalu kami minta pendapat adalah Buya Syafii Maarif,” terang pria kelahiran Jakarta tersebut.
Selain penyalahgunaan narasi agama, Boy juga menjelaskan beberapa karakteristik yang biasanya dibawa oleh para teroris. Karakteristik tersebut meliputi anti kemanusiaan, penggunaan kekerasan ekstrim dan transnational ideology. Pun dengan isu-isu intoleran, radikal, ekslusif, anti konstitusi negara dan ideologi Pancasila.
“Para teroris juga memiliki beberapa pola propaganda yang biasanya mereka pakai. Pertama adalah sikap anti Pancasila yang menggiring pada ketidakteguhan akan dasar negara. Kedua yakni ajaran paham takfiri yang mengkafirkan orang-orang beda agama maupun ideologi. Ketiga ada sikap eksklusif terhadap lingkungan atau perubahan. Kemudian yang terakhir yakni adanya ajaran intoleransi terhadap keragaman dan pluralitas,” kata Boy.
Lebih lanjut, Boy mengatakan menurut survei Urvey Alvara Research tahun 2020, sebanyak 30 Juta penduduk Indonesia berpotensi terpapar radikalisme. Oleh karena itu, selain meningkatkan peranan tokoh agama perlu juga adanya sinergitas antara semua elemen yang ada di masyarakat. “Penguatan nilai kebangsaan juga selalu kami upayakan, salah satunya dengan acara-acara yang diselenggarakan di sederet kampus. Kami yakin, narasi kerja sama yang kami bangun dengan UMM ini akan membuahkan hasil yang positif,” ujarnya mengakhiri.
Di sisi lain, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. mengatakan bahwa dalam menjalankan perguruan tinggi, UMM selalu melibatkan berbagai golongan masyarakat lintas agama. Kerja sama ini dibangun dalam rangka memupuk kesadaran pada mahasiswa maupun sivitas akademika bahwa Indonesia bisa maju dengan gotong royong yang baik antar golongan.
“Untuk menghindari masuknya ideologi-ideologi yang negatif, kami juga telah mengupayakan beragam hal. Salah satunya adalah pendampingan terhadap kegiatan-kegiatan agama yang ada. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat untuk mendampingi mahasiswa dan melaporkan jika ada hal-hal atau aktivitas yang mencurigakan,” tegasnya mengakhiri. (syi/wil)