Diskusi terpumpun RUU Sisdiknas hasil kerjasama UMM dan PP Muhammadiyah. (Foto: Wildan Humas) |
Undang-undang yang merupakan produk politik tujuannya adalah menyejahterakan sosial, namun seringkali muncul resistensi dari masyarakat. Tidak lain tidak bukan karena memang undang-undang dibuat di belakang meja. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Prof. Dr. Khudzaifah Dimyanti, M.Hum. dalam diskusi terpumpun terkait Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI. Adapun agenda tersebut merupakan kerja sama antara Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dikdasmen serta Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Lebih lanjut, Khudzaifah menilai kegiatan tersebut haruslah menghasilkan argumentasi-argumentasi kuat dan perbaikan. Utamanya dalam menyikapi RUU Sisdiknas yang kini digodok oleh pemerintah. Apalagi melihat banyaknya pemateri ahli di bidangnya masing-masing yang sudah didatangkan.
“Ada banyak pemateri handal dihadirkan. Mulai dari ketua umum PB PGRI, pakar pendidikan dari UM, hingga rektor UIN Sunan Ampel. Diskusi ini tentu akan lebih menarik jika melibatkan teman-teman dari organisasi lain. Sehingga argumentasi yang dihasilkan memiliki kekuatan yang lebih baik lagi,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa RUU ini adalah kemauan pemerintah, namun tidak bisa dipaksakan kepada masyarakat. Jika dirasa kurang baik, maka masyarakat bisa mengajukan yudicial review. Selain itu menurutnya, Muhammadiyah akan lebih diperhitungkan dan dipertimbangkan jika menggaet dan bekerja sama dengan pihak-pihak lain. Khususnya dalam mengkaji RUU Sisdiknas.
Di sisi lain, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. menilai bahwa diskusi ini adalah salah satu upaya pemartabatan bangsa. Pemerintah kini sedang menyiapkan RUU Sisdiknas. Maka, sudah barang tentu para akademisi harus memberi kontribusi dan masukan dalam rangka memperbaikinya. Agenda ini juga dilaksanakan untuk menghimpun pikiran-pikiran dan ide-ide dalam upaya penyempurnaan peraturan tersebut.
“Ini adalah sebuah pergerakan moral untuk pemartabatan bangsa. Masa depan peradaban bangsa salah satunya ditentukan oleh model serta arah pendidikan yang akan kita jalani ini,” tegas Fauzan.
Hal tidak jauh berbeda disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur (PWM Jatim) Dr. KH. M. Saad Ibrahim, MA. Arah gerak bangsa haruslah berdasarkan agama sesuai dengan Pancasila yang menjadi dasar negara. Tidak terkecuali arah gerak pendidikan republik Indonesia yang tentu berlandaskan pada agama.
Lebih lanjut, Saad juga mengutip salah satu pemateri dari Boston University dalam kajian ramadhan Muhammadiyah tahun lalu terkait pendidikan Islam. Pemateri tersebut menilai bahwa pendidikan Islam yang dirancang, dilaksanakan dan diproyeksikan Muhammadiyah adalah salah satu yang terbaik. Hal itu tidak lepas dari upaya Muhammadiyah dalam memajukan dan memadukan dimensi agama serta dimensi sains.
Sementara itu, Wakil Ketua Dikdasmen PP Muhammadiyah Dr. Sungkowo, M.Si. juga berharap kegiatan diskusi ini dapat mengkaji lebih dalam mengenai pendidikan sehingga dapat memperbaiki RUU Sisdiknas. “Mudah-mudahan kita bisa mendapat gambaran dan hasil kajian yang komprehensif dan paling baru dari para pemateri. Dengan begitu diskusi yang kita laksanakan ini dapat mencetuskan kontribusi menarik bagi rancangan undang-undang ini,” tegasnya. (wil)