Alberta Listiyani Siegit, M.Sc. selaku coach Performance Psychologist (Foto : Dita Humas) |
Dari data riset agen komunikasi di Asia Tenggara yang bekerjasama dengan Decision Lab, jumlah penduduk Indonesia yang terlibat dalam olahraga elektronik (e-sport) pada 2021 mencapai 52 juta orang. Hal ini menarik perhatian Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menggelar workshop dan rintisa lab E-Sport psikologi. Agenda itu dilaksanakan pada 5 Februari lalu.
Turut hadir Alberta Listiyani Siegit, M.Sc. selaku coach Performance Psychologist. Ia mengatakan bahwa perkembangan E-Sport perlu diperhatikan lebih lanjut. Listi juga menjelaskan seluk beluk dunia E-Sport seperti misalnya peraturan-peraturan yang ada. Terdapat tiga rules yang terdiri dari tiga bagian yaitu players, manager, dan coaches. Pada bagian coaches terdapat tiga bagian lagi yaitu technical, physical dan performance.
Baca juga : Dosen IP UMM: Anggota KPPS adalah Pahlawan Demokrasi
“Masih banyak team e-sport di Indonesia yang belum mengetahui pentingnya coaches dengan background psikologi. Padahal untuk meningkatkan performa dari team harus ada coach yang membimbing dari segi mental dan fisiknya. Oleh karena itu, peluang seorang psikolog menjadi lebih besar untuk masuk ke ranah e-sport pada masa ini,” jelasnya.
Selain itu, ia memaparkan perbedaan dari mobile E-sport players dengan PC E-sport Players. Seseorang yang berkarir di mobile e-sport players bisa dibilang sangat singkat, karena mereka hanya bisa eksis mulai umur 16-23 tahun saja. Di samping itu, mobile e-sport players juga sangat fleksibel. Pemain dapat bermain menggunakan smartphone merk apapun, asalkan mendukung aplikasi. “Sayangnya, tak mudah menjadi seorang players dari mobile e-sport. Syarat utamanya adalah harus berhenti sekolah, banyak dari orang tua yang tidak setuju akan hal tersebut,” kata Listi.
Menurutnya, kebanyakan pemain berasal dari kalangan menengah ke bawah. Terutama mereka yang kesulitan dengan biaya sekolah dan kurang dukungan dari orang tua untuk melanjutkan sekolah. Hal itu menjadi peluang besar bagi mereka untuk mengejar karir di dunia mobile e-sport ini.
“Berbeda dengan mobile esport, PC esport players memiliki jenjang karir yang lebih lama yaitu mulai 17-29 tahun. Kebanyakan mereka dari PC players juga menempuh pendidikan tinggi ataupun sudah bekerja. Peminat PC players kebanyakan berasal dari kalangan menengah, karena dari alat yang diperlukan juga tidak murah. Mulai dari PC hig end sampai alat pendukung lainnya,” tambahnya.
Baca juga : Keren, Mahasiswa UMM Ciptakan Alat Deteksi Kebakaran
Paparan menarik juga disampaikan M. Salis Yuniardi, S.Psi, . M.Psi, PhD selaku Dekan Psikologi UMM. Ia menjelaskan latar belakang mengapa Psikologi mulai masuk ke dalam dunia E-sport. Menurutnya, pro players sangat membutuhkan seorang psikolog karena tingginya tekanan dari berbagai hal yang mereka alami. Di sisi lain, banyak asumsi mengenai e-sport yang mana belum jelas kebenarannya. Sehingga, membuat psikologi harus masuk untuk mempelajari dan meneliti di dalamnya.
“Sudah seharusnya para pengajar psikologi memanfaatkan aspek pengajaran, penelitian, dan riset untuk mulai masuk ke dunia e-sport. Dari jutaan peminat e-sport yang ada, sangat disayangkan jika psikologi tidak membagi fokus ke sana. Psikologi tidak melulu hanya tentang perusahaan dan gangguan mental saja, namun harus bisa melebarkan sayapnya. Salah satunya melalui e-sport ini,” pungkasnya. (dit/wil)