Wijayanto. Foto: Rino Anugrawan. |
KETERBATASAN tidak menghalangi Wijayanto meraih sukses, hingga akhirnya berhasil menjadi salah satu dari dua lulusan terbaik pada gelaran Wisuda UMM ke-81dengan nilai IPK 3,96. Padahal, sejak selesai Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)pada 2010, kedua orang tuanya, Miskan dan Sunarti menyatakan sudah tidak bisa membiayainya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Saat itu Wijayanto lantas memutuskan untuk tidak kuliah dan bekerja sebagai paramedis sapi di perusahaan minuman susuGreenfields yang berkantor di daerah Gunung Kawi.Setelah dua tahun bekerja, ia kemudian meminta persetujuan manajemen kantor dan kedua orang tuanya agar diperbolehkan kuliah, untuk meningkatkan keilmuannya di bidang peternakan.
Pada 2012, Wijayanto akhirnya mendaftar di Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian-Peternakan (FPP) UMM. Sejak saat itu, ia belajar membagi waktu antara kuliah dan kerja. “Saya biasanya kerja mulai jam 10 malam hingga 6 pagi. Lalupulang sebentar dan berangkat lagi ke kampus untuk kuliah,kadang-kadang sampai jam 5 sore,” ceritanya.
Mengingat Wijayanto bertempat tinggal di daerah Semanding, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dan tempat kerjanya di daerah Gunung Kawi dengan jadwal kerja 8 jam, tak heran jika waktu tidurnya menjadi sangat sedikit. Apalagi jika dikalkulasi, jarak tempuh rumah ke tempat kerjanyamencapai 35 kilometer, itu belum dihitung perjalanannya ke kampus UMM.“Saya kadang tidur sehari hanya 2sampai 4 jam saja,” ujarnya.
Tak hanya bekerja dan kuliah, ia juga seringkali dipercaya dosennya untuk membantu melakukan penelitian. Karena itu, baginya waktu sangatlah berharga. “24 jam itu sebenarnya kurang. Bagi saya, satumenit itu waktu yang sangat amat berharga. Kalau saya keluar dari tempat kerja jam 6 lewat 5 menit saja,saya sudah sangat menyesal karena membuang waktu 5 menit yang seharusnya digunakan untuk perjalanan,” tuturnya.
Wijayanto mengaku tidak menyangka akan menjadi lulusan terbaik karena dulu prinsipnya adalah ‘yang penting lulus’. Bagi Wijayanto, kedua orang tuanyamerupakan motivasi terbesarnya. “Orang tua saya dulu tidak sekolah jadi belum bisa baca dan tulis. Namun,mereka tidak saja bisa membuat saya bacatulis, tapi membuat saya menjadi lulusan terbaikdi kampus ini. Perjuangan memang selalu berbuah manis,”ujarnya terharu. (jal/han)