Efisiensi Brutal di Myanmar

Author : Administrator | Kamis, 28 Maret 2013 09:17 WIB
Pemimpin oposisi dan tokoh prodemokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi (tengah), duduk di sebelah Deputi Menteri Urusan Perbatasan Myanmar Mayor Jenderal Zaw Win (kiri) saat menghadiri upacara Hari Angkatan Bersenjata Myanmar.

NAYPYIDAW - Utusan Khusus PBB Vijay Nambiar mengatakan, kerusuhan yang menyasar warga minoritas di Myanmar sejak pekan lalu dilakukan dengan ”efisiensi brutal”. Kerusuhan itu berlanjut hingga Rabu (27/3).

Nambiar, yang baru saja mengunjungi Myanmar dan meninjau lokasi konflik di kota Meiktila, Myanmar tengah, juga mengatakan, ”propaganda hasutan” telah digunakan untuk memicu kerusuhan antara warga mayoritas beragama Buddha dan warga minoritas Muslim di negara itu.

Saat berbicara di markas PBB di Thailand, Nambiar juga mengatakan, berdasarkan kesaksian para korban selamat, para pelaku kerusuhan itu bukan orang-orang setempat.

”Sebagian besar orang yang saya temui mengatakan, serangan-serangan itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak mereka kenali, dan kemungkinan orang-orang itu berasal dari luar daerah itu,” tutur Nambiar, yang sempat mengunjungi tempat perlindungan pengungsi di Meiktila.

Sedikitnya 40 orang ditemukan tewas dan ribuan orang mengungsi setelah gelombang kerusuhan sektarian melanda Myanmar sejak 20 Maret lalu.

Rabu, kerusuhan berdarah kembali terjadi di kota Zeegone, sekitar 10 kilometer dari ibu kota lama Myanmar, Yangon.

Menurut saksi mata dan aparat kepolisian, dalam kerusuhan itu, ratusan orang terlibat aksi pembakaran dan perusakan rumah ibadah serta tempat tinggal warga minoritas.

”Sejumlah polisi menembakkan senjata ke udara untuk membubarkan para perusuh,” ujar salah satu saksi mata yang enggan disebut namanya.

Sebelumnya, Rabu dini hari, sekelompok orang mengamuk dan mencoba merusak tiga rumah serta satu rumah ibadah di Nattalin, sekitar 210 kilometer barat laut Yangon.

Aksi itu berhasil digagalkan oleh tentara yang disiagakan di sana sehingga jatuhnya korban dan perusakan bangunan bisa dicegah.

Aparat keamanan kemudian menerapkan jam malam ketat mulai matahari terbenam hingga terbit di Nattalin dan lima kotapraja di sekitarnya.

Belakangan dikabarkan pula bahwa kerusuhan bergerak semakin mendekati kota Yangon. Dari keterangan sejumlah warga Yangon yang Kompas hubungi, warga memilih berdiam di rumah walaupun Rabu adalah hari libur nasional.

Sejumlah kawasan pertokoan juga diminta tutup paling lambat pukul 21.00. Aparat kepolisian tampak berjaga-jaga, termasuk di kawasan permukiman warga Muslim.

”Dua hari ini sebetulnya hari libur nasional, perayaan Festival Pagoda (Tabaung) dan Hari Angkatan Bersenjata. Namun, orang lebih memilih tinggal di rumah karena khawatir. Sepanjang hari ini, saya lihat banyak bus sepi penumpang,” ujar seorang warga Yangon yang menolak disebutkan identitasnya.

Dia berharap rumor kerusuhan meluas ke Yangon hanya akan menjadi sebatas rumor.

Kepala Menteri Divisi Yangon dikabarkan juga telah berkeliling ke para unsur pimpinan partai politik di Myanmar untuk menjelaskan perkembangan situasi terakhir.

Militer tetap berperan

Sementara itu, dalam pidato di upacara Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing menegaskan, militer akan terus berperan dalam politik di negeri itu.

”Kita akan terus berbaris demi memperkuat jalur demokrasi yang diinginkan rakyat,” ujar Min di hadapan para prajuritnya.

Menanggapi kerusuhan sektarian yang terjadi selama ini, Min menyebutkan bahwa kemerdekaan Myanmar selama ini berasal dari perjuangan rakyat Myanmar, termasuk etnis minoritas.

”Untuk konflik yang terjadi sekarang ini, angkatan bersenjata tidak pernah menginginkan semua itu terjadi lagi,” ujar Min dalam acara yang juga dihadiri tokoh oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Suu Kyi duduk di barisan terdepan dan tampak berbincang dengan sejumlah jenderal, termasuk Wakil Menteri Urusan Perbatasan Myanmar Zaw Win.

Selama ini sejumlah kalangan menyoroti dan mempertanyakan sikap Suu Kyi yang terus-menerus bungkam terkait kerusuhan sektarian berdarah, yang bahkan terjadi sejak tahun lalu.

Sumber: http://internasional.kompas.com/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: