EU tangguhkan sebagian besar sanksi terhadap Myanmar

Author : Administrator | Selasa, 24 April 2012 14:03 WIB
Perdana Menteri Inggris David Cameron (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Myanmar Thein Sein di Kantor Kepresidenan di Naypyitaw, Myanmar, Jumat (13/4). (FOTO ANTARA/REUTERS/Soe Zeya Tun)

Luksemburg (ANTARA News) - Uni Eropa pada Senin menghargai perubahan bersejarah Myanmar dengan menangguhkan berbagai sanksi perdagangan, ekonomi dan pribadi, tapi meneruskan pelarangan senjata, kata diplomat.

Menteri luar negeri dari kelompok 27 negara itu, yang berunding di Luksemburg, menyetujui penanguhan setahun terhadap hampir 500 orang dan lebih dari 800 perusahaan, lapor AFP dan Reuters.

Penangguhan sanksi itu untuk meningkatkan perubahan di negara pernah menjadi paria tersebut, yang berpuncak pada keterpilihan pemimpin lawan Aung San Suu Kyi ke parlemen pada 1 April.

"Eropa Bersatu mengikuti dengan rasa hormat dan penghargaan atas perubahan bersejarah di Myanmar/Birma selama tahun lalu," kata pernyataan para menteri tersebut.

Badan itu akan menangguhkan pembatasan terhadap pemerintah tersebut, dengan pengecualian pelarangan atas senjata, yang bertahan, tapi akan memantau ketat keadaan di lapangan, dengan terus-menerus mengaji langkah itu," kata pernyataan tersebut.

Di London, Perdana Menteri David Cameron menyambut penangguhan itu sambil menyoroti kebutuhan terus memantau perkembangan di negara masih dikuasai tentara itu.

"Presiden Thein Sein telah mengambil langkah penting menuju perubahan di Myanmar dan tepat bagi dunia menanggapi mereka," kata pernyataan Cameron.

"Tapi perubahan itu belum selesai. Itu alasan menangguhkan, bukan mencabut hukuman untuk selamanya," katanya.

Suu Kyi dan lain-lain melihat penangguhan itu adalah cara Barat mendukung perubahan di negara tersebut.

Dalam tanda pertama perselisihan, partai Suu Kyi mengumumkan akan menunda kiprah pertama di parlemen sengketa pengambilan sumpah.

Dalam pernyataan mereka, menteri Eropa Bersatu menyeru pembebasan tanpa syarat semua tahanan politik tersisa dan mengakhiri kemelut suku.

Di samping bersatu mengenai perubahan pemimpin Myanmar, negara Eropa Bersatu terpecah dalam hal hukuman. Jerman, misalnya, memilih pencabutan cepat, tapi Inggris si bekas penjajah ingin mempertahankan kekuasaan di negara Asia tenggara itu.

Sesudah pemungutan suara pada 1 April, Cameron dan peraih Nobel Suu Kyi mendesak penangguhan itu, yang dimulai pada 1996 dan beberapa kali diperkuat.

Secara keseluruhan, 491 orang disasar larangan perjalanan dan pembekuan harta oleh Eropa Bersatu, meskipun kelompok itu pada Februari meredakan sikap dengan mencabut larangan visa atas 87 pejabat tinggi Myanmar, termasuk presiden.

Di bidang ekonomi, Eropa Bersatu melarang permodalan dan impor kayu, logam dan permata, yang menguntungkan negara tersebut.

Saat tiba untuk pembicaraan dengan timpalannya itu, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague memperingatkan bahwa tindakan pembatasan dapat diberlakukan kembali jika Myanmar ternyata ke arah salah.

Saat pengusaha antri untuk kembali, kepala kebijakan luar negeri Eropa Bersatu Catherine Ashton pada pekan lalu menyatakan akan ke Myanmar pada 28-30 April dan mengundang menteri luar negeri negara Asia tenggara itu ke Brussels.

"Kami akan masuk ke kerjasama giat dengan Myanmar untuk membantu perubahan itu dan menyumbang pada pembangunan ekonomi, politik dan sosial," katanya. (B002/Z002)

Sumber: http://www.antaranews.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: