Presiden Venezuela Nicolas Maduro memimpin rapat kabinet di Istana Miraflores, Caracas.
CARACAS, KOMPAS.com - Parlemen Venezuela yang didominasi kubu oposisi, Minggu (23/10/2016), mendeklarasikan Presiden Nicolas Maduro telah melakukan kudeta karena menghalangi referendum untuk melengserkannya.
Para politisi ini geram ketika otorita pemilihan umum negeri itu menunda proses referendum. Akhirnya parlemen mengeluarkan resolusi yang menyatakan aturan konstitusional sudah ambruk dan rezim Nicolas Maduro telah melakukan kudeta.
Langkah ini diambil dalam sebuah sesi sidang darurat membahas krisis politik dan ekonomi di negeri kaya minyak itu.
Sidang sempat terhenti selama 45 menit ketika sekelompok pendukung Maduro menerobos penjagaan polisi dan masuk ke gedung Dewan Nasional.
Setelah sidang dilanjutkan, para legislator menyerukan kepada rakyat Venezuela untuk secara aktif mempertahankan konstitusi dan meminta bantuan komunitas internasional untuk merestorasi demokrasi.
"Sebuah kudeta sedang berlangsung di Venezuela, berpuncak dalam keputusan yang merampok hak kita untuk meminta referendum," kata pemimpin koalisi kanan-tengah Demokratic Unity Roundtable (MUD), Julio Borges.
Borges menambahkan, pada Senin (24/10/2016), parlemen akan meletakkan dasar untuk menggelar sidang yang akan mengadili presiden secara legal maupun politik.
"Sidang ini untuk memutuskan peran Maduro dalam menghentikan perintah undang-undang dasar," tambah Borges.
Para politisi ini melanjutkan, mereka akan mengangkat isu bahwa Maduro memiliki dua kewarganegaraan yaitu Kolombia dan Venezuela, yang dilarang undang-undang dasar.
Jika isu ini terbukti kebenarannya maka secara hukum, Maduro tak bisa lagi menjabat sebagai presiden Venezuela.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : AFP, |