Warga Damaskus berjalan melewati poster raksasa Bashar al-Assad yang maju dalam pemilihan presiden yang digelar, Selasa (3/6/2014). |
DAMASKUS, KOMPAS.com — Suriah menggelar pemilihan umum presiden pada Selasa (3/6/2014) di tengah-tengah perang sipil yang sudah berlangsung selama tiga tahun.
Untuk kali pertama dalam lima dekade keluarga Assad menghadapi tantangan dari dua calon presiden yang disetujui pemerintah - meskipun Bashar al-Assad diperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden ini dengan mudah.
Kedua kandidat lain yakni Maher Hajjar dan Hassan al-Nouri tidak dikenal secara luas dan tidak mampu berkampanye seleluasa Presiden Bashar al-Assad.
Pemilu ini mencerminkan keyakinan baru dalam rezim Assad, ungkap wartawan BBC Jeremy Bowen di Damaskus.
Oposisi Suriah yang didukung oleh kelompok negara Barat mengecam pemilu dan menyebutnya sebagai palsu. Mereka berkeinginan untuk memboikotnya.
Pemilihan umum hanya akan berlangsung di daerah yang dikuasai pemerintah dengan jaminan keamanan yang ketat untuk melawan setiap serangan pemberontak.
Perdana Menteri Wael al-Halqi mengatakan, pemilihan umum merupakan "hari bersejarah" bagi Suriah dan jumlah pemilih yang besar akan "membuktikan kepada seluruh dunia bahwa rakyat Suriah telah memutuskan dan bertekad untuk membuat proses pemilu sukses".