Kelaparan dan kurangnya sarana medis masih membelenggu Darfur, Sudan. |
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC), Fatou Bensouda, Selasa mengecam Dewan Keamanan PBB karena tidak melakukan tindakan terhadap pemerintah Sudan dan mendesak Presiden Omar Hassan al-Bashir untuk ditangkap atas tuduhan kejahatan perang di Darfur.
"Sepuluh tahun sejak Dewan Keamanan merujuk situasi di Darfur kepada ICC, kejahatan perang yang sistematis dan menyebar luas terus dilakukan dengan impunitas total di Darfur," kata Bensouda.
"Waktu sudah habis bagi pemerintah Sudan untuk terus-menerus tidak mengindahkan resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Bensouda saat memeberikan sambutan di hadapan anggota Dewan Keamanan mengenai Darfur.
Sanksi bagi Sudan sulit disepakati oleh 15 anggota Dewan Keamanan karena Tiongkok--sebagai salah satu pemegang hak veto--bertindak sebagai pelindung pemerintah Sudah.
Pada 2005 lalu, Tiongkok, memilih abstain pada 2005 yang memberikan wewenang terhadap ICC untuk melakukan penyelidikan atas Darfur. Beijing pada saat itu mempunyai "keberatan yang serius" atas tuduhan terhadap Presiden Bashir.
"Sikap Tiongkok tidak berubah mengenai penilaian ICC terhadap Darfur," kata diplomat Beijing di PBB, Cai Weiming.
Sementara itu utusan Inggris untuk PBB, Paul Mckell, mengatakan bahwa kecaman ICC adalah "cermin buruk" bagi Dewan Keamanan yang selama ini tidak dapat melakukan tindakan.
"Kami harus melakukan hal yang lebih untuk meindak-lanjuti rujukan terhadap ICC," kata McKell kepada Dewan Keamanan.
Pada 2009, ICC mendakwa Bashir, Menteri Pertahanan Abdul Rahim Muhammad Hussein, mantan Menteri Dalam Negeri Ahmad Harun, dan pemimpin milisi Janwjawid Ali Kushayb, dengan tuduhan kejahatan perang di Darfur.
"Kenyataannya adalah bahwa proses hukum ICC tidak dapat dilakukan tanpa penangkapan. Terduga pelanggar HAM di Darfur tetap bebas dan tidak ada langkah-langkah berarti untuk mengadili mereka," kata Bensouda.
"Oleh karena itu adalah salah jika kami dinilai gagal memberi keadilan bagi para korban di Darfur yang terus mengalami kejahatan ini. Apa yang dibutuhkan adalah menangkap terduga pelaku kriminal Darfur," kata dia.
Menurut catatan PBB, lebih dari 300.000 orang tewas dan dua juta lainnya kehilangan rumah selama 11 tahun konflik antara kubu pemerintah dan gerilyawan di Darfur.
Namun menurut pemerintah Sudah, jumlah korban tewas adalah 10.000 orang.
Pasukan penjaga perdamaian PBB dan Uni Afrika telah berada di Darfur sejak 2007.
Bensouda juga mendesak penyelidikan atas tuduhan yang menyatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian justru "menjadi pelaku manipulasi dan dengan sengaja mengaburkan kejahatan terhadap warga sipil yang dilakukan oleh pemerintah Sudan."