Bendera dan peta Republik Islam Iran. (istimewa) |
Teheran (ANTARA News/AFP) - Ketua pemeriksa nuklir PBB tiba di Iran, Ahad untuk satu misi menuntaskan "masalah-masalah penting yang belum diselesaikan" mengenai program nuklir Teheran dan melakukan dialog dengan negara Islam itu.
Sebelum bertolak dari bandara Wina, ketua pemeriksa Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Herman Nackaerts mengemukakan kepada wartawan perundingan itu telah lama terlambat.
"Kami berusaha menyelesaikan semua masalah penting dengan Iran," katanya.
"Khususnya kami mengharapkan Iran berbicara dengan kami mengenai kemungkinan dimensi militer program nuklirnya. Kami sedang berusaha memulai satu dialog, satu dialog yang telah lama terlambat."
Nackaerts memimpin satu tim enam orang menurut rencana akan bertemu dengan para pejabat Iran Ahad malam sampai Selasa. Delegasi itu tiba di Teheran Ahad pagi, kata kantor berita resmi IRNA.
Tim itu juga termasuk orang nomor dua IAEA Rafael Grossi, warga Argentina, dan pejabat senior hukum IAEA Peri Lynne Johson, warga AS, kata para diplomat.
Nackaerts, yang warga Belgia, menolak memberi komentar tentang dengan siapa dia akan berunding dalam kunjungan yang bertujuan untuk menuntaskan apa yang disebut IAEA "masalah-masalah substantif yang paling penting" mengenai program nuklir Teheran.
Harapan-harapan tipis, dengn delegsi itu diperkirakan akan diberikan akses ke setiap lokasi yang disebut dalan sebuah laporan IAEA November yag meimbulkan kecurigaan bahwa Iran telah melakukan kegiatan untuk membuat senjata nuklir.
IRNA mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Ali Akbar Salehi dalam pertemuan Uni Afrika di Addis Ababa tentang kunjungan delegasi itu.
"Kami selalu bekerja erat dan luas dengan badan itu dan kami selalu memelihara transparansi sebagai salah satu dari prinsip-prinsip kami bekerja sama dengan badan itu," katanya.
Badan itu menambahkan tim tersebut mungkin akan mengunjungi lokasi pengayaan uranium Fordo di selatan ibu kota Teheran.
Awal bulan ini Iran memulai kegiatan memperkaya uranium sampai kemurnian 20 persen di satu bunker gunung di Fordo, yang membuat negara itu lebih dekat 90 persen yang diperlukan untuk satu bom atom.
Dengan Iran berulang-ulang membantah bahwa pihakya ingin membuat senjata nuklir dan membantah satu laporan IAEA sebagai tidak berdasar, ketua IAEA Yukiya Amano Jumat mendesak republik Islam itu menunjukkan "kerja sama penting" dalam kunjungan itu.
Laporan itu, yang membuat tekanan terhadap Iran meningkat dari Amerika Serikat,Uni Eropa dan negara-negara lainnya, merinci serangkaian lokasi di mana kegiatan-kegiatan Iran sngat mencurigakan.
"Kami memiliki informasi yang mengindikasikan bahwa Iran sedang melakukan kegiatan berkaitan dengan pembangunan satu senjata nuklir," kata Amano, Jumat di Forom Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
"Kami meminta Iran menjelaskan situasi itu. Kami mengusulkan pembentukan satu misi dan mereka setuju menerima misi itu. Pesiapan telah berlangsung dengan baik tetapi kami perlu melihat apa sesungguhnya terjadi apabila misi itu tiba,"
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menegaskan bahwa Teheran tidak mengelak perundingan dan siap duduk bersama dengan negara-negara Inggris, China,Prancis, Rusia,Amerika Serikat dan Jerman untuk berunding.
Enam negara itu sedang menunggu jawaban Iran pada sepucuk surat Oktober yang dikirim ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton yang menegaskan diskusi-diskusi harus difokuskan pada "masalah-masalah penting " masalah nuklir Iran.
IRNA memberitakan bahwa peruding penting nuklir Iran Saeed Jalili akan mengirim sepucuk surat kepada Ashton yang " mengutarakan pandangan-pandangan Iran tentang waktu dan tempat perudingan-perundingan mendatang".
Surat itu yang mungkin segera dikirim dalam beberapa hari ke depan", kata IRNA mengutip pernyataan menlu itu, dan menambahkan perundingan babak berikutnya mungkin akan "sukses karena kedua pihak menginginkan tercapainya satu solusi bagi masalah nuklir Iran.
Perundingan-perundingan sebelumnya diselenggarakan setahun lalu di Istambul berakhir tanpa ada kemajuan.
Sekjen PBB Ban Ki-moon, juga di Davos mengatakan tanggung jawab ada pada Iran untuk membuktikan niat-niat baiknya.
"Tidak ada pilihan lain unuk mengatasi krisis itu selain dari pada resolusi damai melalui dialog, kata Ban kepada wartawan.