Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kekuasaan mafia Jepang (yakuza) di masa jaya tahun 1950-an dan 1960-an awal benar-benar menguasai segalanya, bahkan polisi Jepang pun tak berkutik jika masih mau hidup.
Kasus ini jelas sekali terjadi di daerah Ginza di mana muncul yang bernama "Polisi Ginza" (PG), hanya julukan saja.
Namun sebenarnya yang berkuasa adalah kalangan yakuza sangat kuat, polisi hanya seperti boneka saja.
Bahkan petugas pajak atau otoritas lain, termasuk polisi yang berusaha menjadi pahlawan, tak heran kalau keesokan harinya hilang lenyap tak ketahuan keberadaannya jika melawan PG tersebut.
Ginza sudah seperti daerah kekuasaan khusus sangat eksklusif para yakuza dengan PG nya dan penguasanya saat itu Kobayashi-kai, dipimpin oleh Kusuo Kobayashi. Direktur Utama Dai Nihon Kogyo, perusahaan konstruksi Jepang.
Kelompok ini berafiliasi dengan Yamaguchigumi kelompok yakuza terbesar Jepang yang saat itu dibawa pengaruh kuat Yoshio Kodama, sang broker hitam (kuromaku).
Akhir Januari 1958, kedatangan Soekarno ke Tokyo dalam kapasitas pribadi untuk bertemu sang wanita muda cantik idamannya, Ratna Sari Dewi, yang bekerja sebagai hostes di Ginza dan diperkenalkan oleh Masaya Kirishima (saat ini hidup di Jakarta).
Konsul Jenderal Indonesia di Tokyo, Iskandar Ishak meminta perlindungan Soekarno kepada Kodama yang akhirnya Kodama meminta bantuan kepada Kobayashi yang mengerahkan 20 PG nya, pasukan yakuza dari Yamaguchigumi, kelompok Kobayashi-kai.
"Bisa dibayangkan saat itu mereka membawa senjata api dan polisi sekitar Ginza juga tahu tetapi pura-pura tidak tahu karena tahu PG dan menjaga Presiden Indonesia," ungkap sumberTribunnews.com baru-baru ini.
Kapasitas pribadi tersebut yang tidak memungkinkan polisi Jepang menjaga resmi Soekarno.
Sementara saat itu juga ada ancaman dari DI/TII yang kabarnya mau memburu dan membunuh Soekarno di Jepang.
Maka bantuan menjaga Soekarno pun datang dari kalangan informal Jepang bahkan dari Yakuza Jepang sebanyak 20 orang mengamankan Soekarno selama kunjungan ke Jepang khususnya ke Ginza menemui sang jantung hatinya Ratna Sari Dewi.
Kodama dengan pengaruh kuatnya juga menugaskan Kubo Masao yang pandai berbahasa Inggris sebagai penghubung antara Bung Karno, polisi dan para gangster.
Kobayashi dan Kodama adalah Dewan Direksi Tonichi Trading Company, perusahaan milik Kubo Masao.
Sedangkan Kubo memerintahkan Masaya Kirishima, "karyawan" Tonichi untuk mendampingi dan melayani apa-apa yang dibutuhkan Bung Karno, termasuk memperkenalkan Ratna Sari Dewi kepada Soekarno.
Saat Perayaan 17 Agustus di Hotel Imperial Tokyo pun, Ratna Sari Dewi pun ikut diundang Soekarno datang ke sana dan Dewi pun datang ke hotel itu.
Percintaan mereka semakin kental sehingga berujung ke pernikahan.