Mengapa Iran dan Arab Saudi Bermusuhan?

Author : Administrator | Rabu, 06 Januari 2016 13:54 WIB
Pengunjuk rasa Iran memegang poster ulama Sheikh Nimr al-Nimr di luar Kedutaan Besar Saudi di Teheran.

 

KOMPAS.com — Arab Saudi memutus hubungan dengan Iran di tengah pertikaian hukuman mati terhadap ulama Syiah terkemuka Arab Saudi, Sheikh Nimr al-Nimr. Kedua kekuatan berada pada posisi yang berseberangan dalam sejumlah konflik kawasan. Namun, mengapa mereka bersaingan?

Iran mengatakan, Arab Saudi akan menghadapi "pembalasan Ilahi" terkait eksekusi, dan Kedutaan Besar Saudi di Teheran diserang pengunjuk rasa yang marah pada hari Minggu malam.

Inilah tujuh alasan Arab Saudi dan Iran bermusuhan:

Agama

Kemungkinan faktor paling signifikan di balik persaingan adalah bahwa masing-masing negara memandang dirinya sebagai pemangku agama Islam dalam versi yang berbeda.

Muslim terpisah dalam dua kelompok utama, yaitu Sunni dan Syiah. Perpecahan berasal dari pertikaian yang terjadi tidak lama setelah meninggalnya Nabi Muhammad tentang siapa yang seharusnya memimpin umat Muslim.

Saudi adalah negara di mana terdapat dua tempat paling suci dalam Islam, yaitu Mekkah dan Madinah, sehingga menyatakan diri sebagai "pemimpin Sunni dunia".

Iran memiliki penduduk Syiah terbesar dunia dan sejak revolusi Iran pada tahun 1979 menjadi "pemimpin dunia Syiah".

Geopolitik

Keduanya bersaing untuk memengaruhi negara-negara tetangganya dan terdapat kecurigaan tentang pengaruh Iran terhadap kelompok minoritas Syiah di Arab Saudi, di samping masyarakat Syiah di Bahrain, Irak, Suriah, dan Lebanon.

Program nuklir Iran dan kemungkinan bahwa negara itu pada suatu hari akan memiliki senjata nuklir juga membuat khawatir tetangganya, terutama Arab Saudi.

Ideologi politik

Arab Saudi dikuasai seorang raja dan bentuk pemerintahannya adalah Islam konservatif.

Iran memiliki bentuk Islam yang lebih revolusioner dan pemimpin revolusi tahun 1979,  Ayatollah Khomeini, memandang monarki tidak sesuai dengan Islam.

Agenda berhaluan Islam Syiah radikal yang diluncurkan pada revolusi 1979 dipandang sebagai suatu penentangan terhadap rezim konservatif Sunni, terutama di kawasan Teluk, dan terdapat kecurigaan mendalam di dunia Arab terkait usaha Iran untuk mengekspor revolusinya ke negara-negara tetangga.

Iran sangat mendukung usaha Palestina menentang Israel dan menuduh negara-negara seperti Arab Saudi tidak memperhatikan nasib warga Palestina dan mewakili kepentingan pihak Barat.

Secara historis, Arab Saudi memiliki hubungan dekat dengan Barat yang memasok miliaran dollar persenjataan.

Sejak tahun 1979, hubungan Iran dengan Barat sangat menegang dan Barat menerapkan sanksi ekonomi selama bertahun-tahun terhadap Iran terkait apa yang dipandang sebagai usaha Teheran untuk memiliki senjata nuklir.

Suriah

Iran, sama seperti Rusia, adalah pendukung setia Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Dukungan militer dari negara itu dan sekutunya di Lebanon, Hisbullah, dipandang penting untuk mempertahankan kekuasaannya.

Arab Saudi adalah pendukung penting dan penyandang dana kelompok pemberontak Sunni yang menentang pemerintah.

Riyadh juga menjadi tuan rumah konferensi yang bertujuan untuk menyatukan berbagai kelompok pemberontak menentang pemerintahan Presiden Assad.

Irak

Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya mendukung Saddam Hussein saat perang Iran-Irak tahun 1980-1988 dan mengalami serangan Iran terhadap kapal-kapalnya.

Hubungan diplomatik Iran dan Arab Saudi dibekukan selama tiga tahun setelah perang.

Sejak jatuhnya Saddam, kelompok mayoritas Syiah di Irak memimpin pemerintah dan memelihara hubungan dekat dengan Teheran.

Hal ini membuat pengaruh Iran mencapai perbatasan Arab Saudi dan menciptakan persekutuan Syiah Iran, Irak, Suriah, dan Lebanon.

Baghdad menuduh Arab Saudi mendukung kelompok Sunni radikal dan kekerasan sektarian di Irak.

Yaman

Arab Saudi berbagi Semenanjung Arab dengan Yaman yang memiliki kelompok minoritas Syiah signifikan, Houthi.

Houthi memberontak dan mengambil alih sejumlah wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sana'a, memaksa pemerintah yang didukung Saudi mengasingkan diri pada permulaan tahun 2015.

Negara-negara Arab di Teluk menuduh Iran mendukung Houthi secara keuangan dan militer, meskipun Iran menyangkal hal ini.

Keterlibatan Iran di halaman belakang Saudi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di Riyadh dan koalisi pimpinan Saudi terus memerangi para pemberontak.

Minyak

Minyak penting bagi kedua negara, Arab Saudi adalah produsen dan eksportir terbesar dunia,  dan mereka kemungkinan memiliki kepentingan yang berbeda tentang seberapa banyak minyak yang dihasilkan dan berapa harganya.

Arab Saudi relatif kaya dan memiliki penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Iran.

Negara ini diberitakan dapat mengatasi rendahnya harga minyak saat ini untuk jangka pendek.

Iran lebih memerlukan pemasukan dan lebih menginginkan harga per barrel yang lebih tinggi.

Setelah beberapa tahun tidak dilibatkan dalam pasar minyak dunia karena pemberlakuan sanksi, hal ini akan sangat membantu ekonomi Iran yang bermasalah.

Namun, para pengamat memperkirakan para penghasil minyak memompa 0,5 juta sampai dua juta barrel minyak per hari melebihi permintaan. Jadi, Iran memerlukan negara penghasil minyak lainnya untuk memotong produksi agar terjadi peningkatan harga. Arab Saudi tidak ingin melakukan hal ini.

Sumber: http://internasional.kompas.com/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: