KAIRO - Setelah terpilih sebagai presiden baru Mesir, Mohammed Morsi langsung pindah kantor. Dirinya kini menempati kantor di Istana Presiden Mesir, yang lama ditinggalkan oleh Hosni Mubarak.
Kemenangan Morsi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM), tentunya memaksa kelompok Islam itu bekerja sama dengan militer yang selama ini berkuasa di Mesir. Kedua pihak bisa saja terbentur kepentingan mengenai institusi pemerintahan.
Dalam pemilu pekan lalu, Morsi berhasil mengalahkan mantan Perdana Menteri Ahmad Shafiq. Shafiq selama ini dikenal sebagai loyalis Mubarak dan mantan jenderal Angkatan Udara Mesir. Kini Morsi dihadapkan pada kekuatan militer yang masih dominan di Mesir.
Televisi nasional memperlihatkan Morsi melakukan pertemuan dengan Dewan Militer yang dipimpin oleh Hussein Tantawi. Selama 20 tahun, Tantawi amat dekat dengan Mubarak dan menjadi Menteri Pertahanan Mesir. Dikabarkan mereka tengah melakukan negosiasi, tetapi belum diketahui apa maksud negosiasi itu.
Sebelumnya Tantawi sempat menyatakan dukungannya terhadap Morsi. "Pihak militer akan berdiri di belakang presiden terpilih dan akan bekerja sama dengan demi membangun stabilitas dari Mesir," ujar Tantawi, seperti dikutip Associated Press, Selasa (26/6/2012).
Di kantor barunya, Morsi juga melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Kamal el-Ganzouri, yang selama ini didukung oleh pihak militer. Ganzouri diminta untuk menjadi pejabat sementara dari PM Mesir, sebelum Morsi menunjuk yang baru. Ganzouri sebelumnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya Senin (25/6/2012).
Hingga kini, baik pejabat IM ataupun militer terus menutup rapat negosiasi yang tengah terjadi. Tetapi pihak militer mengakui sebelumnya sempat pula berlangsung pertemuan dengan para jenderal pekan lalu. Sepertinya negosiasi belum tuntas.
Terlepas dari kemenangan Morsi, pihak IM dan militer sepertinya masih menyisakan rasa saling tidak percaya. Pihak militer telah memperkuat posisi negosiasi mereka, sementara IM harus diperlakukan secara harus.
Militer telah mengurangi kekuasaan yang sebelumnya dapat memotong kekuasaan dari presiden. Sebagai gantinya, pihak pemerintah baru nantinya memberikan kekuasaan bagi polisi militer menangkap warga sipil.
Berdasarkan keterangan pihak militer, langkah itu didesain untuk mengisi kekosongan kekuasaan dan memastikan presiden tidak memonopoli pengambilan keputusan hingga konstitusi baru disahkan. Rencananya 1 Juli mendatang militer akan memberikan kekuasaannya secara penuh kepada presiden.
(faj)