Nelson Mandela dan cucu-cucunya | Reuters/Peter Morey |
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nelson Mandela, ikon pejuang anti-apertheid yang dihormati di Afrika Selatan dan salah satu sosok utama dunia dalam abad 20, tutup usia dalam usia 95 tahun, Kamis.
Mandela, yang terpilih sebagai presiden dari ras kulit hitam pertama di Afrika Selatan setelah hampir tiga dasawarsa mendekam di dalam penjara sebagai tahanan politik, sebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit untuk mengobati infeksi paru sejak September.
Ia mendapat perawatan inap selama tiga bulan dalam keadaan kritis. Kesehatannya memburuk setelah mengalami komplikasi infeksi paru-paru, dan ia meninggal dengan tenang dikelilingi oleh sanak keluarga.
Berita pengumuman kematiannya dikeluarkan dengan penuh perasaan oleh Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma secara langsung melalui siaran televisi dengan menyebut bahwa Mandela "berangkat" dengan damai.
"Negara kita kehilangan putra terbaiknya," kata Zuma.
"Yang membuat Nelson Mandela menjadi tokoh besar adalah karena dia merupakan sosok manusia yang sangat tepat," katanya.
Presiden Zuma mengatakan ia akan memberikan pemakaman kenegaraan secara penuh dan meminta pengibaran bendera setengah tiang untuk menghormati Mandela.
Mandela, yang pernah menjadi petinju, sudah lama diketahui mengalami masalah dengan kesehatan paru-parunya setelah terjangkit tuberkolosis saat ia ditahan di penjara Pulau Robben.
Kisah hidupnya luar biasa, dan tak kurang pahitnya ketika di bawah tekanan, ia kemudian tampil sebagai pemimpin dunia yang kharismatik.
Peraih penghargaan Nobel Perdamaian itu mendekam di penjara selama 27 tahun sebelum akhirnya dibebaskan pada 1990 untuk memimpin Kongres Nasional Afrika (ANC) dan berunding dengan penguasa minoritas dari kelompok kulit putih --yang berujung pada pemilu banyak ras pada 1994.
Kemenangan Mandela membawanya menjadi presiden untuk satu masa jabatan kemudian ia mengambil peran sebagai negarawan dan pemimpin kampanye tentang AIDS lalu menarik diri dari peran publik pada 2004.
"Ketika ia muncul dari penjara, orang melihatnya sebagai sosok yang sangat diharapkan," kata sesama peraih Nobel Perdamaian, Uskup Desmond Tutu.
"Ia adalah negarawan terhormat yang sangat dirindukan di dunia dan orang besar yang pernah ada di bumi."