KELOMPOK pemberontak mengendurkan serangan mereka untuk menembus blokade pasukan pemerintah di Aleppo setelah mendapat perlawanan sengit. Pertempuran sengit yang terjadi sejak Jumat (28/10) itu menewaskan puluhan warga sipil.
Sejak Jumat (28/10), pasukan pemberontak yang bersekutu dengan kelompok Islamic State (IS) menggempur bagian barat kota itu untuk menembus blokade pemerintah yang telah berlangsung tiga bulan dan mencapai sekitar 250 ribu orang yang terkepung di wilayah tersebut.
Kantor berita pemerintah Suriah, SANA, menuding kelompok pemberontak telah menembakkan peluru yang mengandung gas beracun di wilayah yang dikuasasi pasukan pemerintah.
SANA melaporkan 35 orang menderita sesak napas, mati rasa, dan kejang otot setelah gas beracun tersebut mengenai distrik garis depan Dahiyet al-Assad dan Hamdaniyeh.
"Sebanyak 36 orang, termasuk penduduk sipil dan tentara, terluka setelah menghirup gas klorin beracun yang dilepaskan oleh teroris," ujar Ibrahim Hadid, Kepala Rumah Sakit Aleppo University.
Menurut Kelompok Pemantau Hak Asasi Manusia di Suriah (SOHR), serangan berat yang dilancarkan pemberontak itu menewaskan 48 penduduk sipil, termasuk 17 anak-anak dan melukai 250 orang lainnya.
SOHR juga mengatakan pertempuran tersebut menewaskan 61 pasukan rezim pemerintah Suriah dan 72 pemberontak.
Kepala SOHR, Rami Abdel Rahman mengatakan pertempuran sengit pada Minggu (30/10) mengguncang distrik-distrik barat dengan ratusan roket dan tembakan peluru pemberontak.
Seorang koresponden AFP juga mengatakan sepanjang malam hingga Minggu (30/10) serangan udara dan tembakan peluru terjadi di sepanjang garis depan pertempuran di sebelah barat.
Bahkan, terdengar hingga ke sebelah timur Aleppo.
Kelompok pemberontak tersebut didukung dari Provinsi Idlib di barat, termasuk kelompok Fateh al-Sham Front yang berganti nama dari Al Nusra Front setelah memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda.
Banyaknya jumlah korban sipil mendapat kecaman dari utusan Perserikatan BangsaBangsa (PBB) untuk Suriah, Staffan de Mistura yang mengatakan terkejut melihat tingginya jumlah roket yang ditembakkan pemberontak.
"Mereka yang berpendapat bahwa ini dimaksudkan untuk meringankan kepungan di Aleppo Timur harus diingatkan bahwa tidak ada yang membenarkan penggunaan senjata yang tidak proporsional dan tanpa pandang bulu, termasuk senjata berat di daerah-daerah sipil dan itu merupakan kejahatan perang," ujar Mistura dalam sebuah pernyataan.
Mistura juga menyebut penduduk sipil di kedua sisi Aleppo telah cukup menderita karena upaya sia-sia, tetapi mematikan untuk menundukkan Kota Aleppo.
Kota Aleppo telah terbagi dua dengan pasukan pemerintah di barat dan pemberontak di timur. (AFP/Ihs/I-1)