(Doc. U.S. Air Force)
|
VIVAnews - Pesawat nirawak (drone) telah lama dijadikan senjata paling ampuh bagi AS untuk menggempur lokasi yang diduga markas teroris di Pakistan. Moda penyerangan ini dipilih karena selain lebih mudah dan murah, resikonya juga sangat kecil.
Namun, bagi warga Pakistan, pesawat ini adalah mimpi buruk. Pasalnya, pesawat tanpa pilot ini tidak hanya menewaskan target, tapi juga warga sipil, termasuk anak-anak. Alhasil, setiap harinya warga Pakistan dihantui oleh serangan drone yang bisa datang kapan dan di mana saja itu.
Hal ini terungkap dalam laporan Stanford Law School dan Fakultas Hukum New York University yang diterbitkan oleh Biro Jurnalisme Investigasi (TBIJ), Selasa 25 September 2012. Dilansir CNN, laporan itu adalah hasil studi selama sembilan bulan di Pakistan dan wawancara 130 korban, saksi mata dan ahli.
Penggunaan drone meningkat pada pemerintahan Barack Obama ketimbang pemerintahan Bush. Obama telah memerintahkan 283 penyerangan drone di Pakistan, enam kali lebih banyak dari saat Bush berkuasa. Karena itulah, jumlah korban lebih banyak empat kali dari zaman Bush.
"TBIJ melaporkan bahwa dari Juni 2004 sampai pertengahan September 2012, dari data-data yang ada diketahui serangan drone menewaskan 2.562-3.325 orang di Pakistan, sebanyak 474-882 di antaranya adalah warga sipil, termasuk 176 anak-anak. Korban luka mencapai 1.228-1.362 orang," tulis laporan yang diberi judul "Hidup Di Bawah Drone" itu.
Berdasarkan wawancara dengan saksi dan korban, nirawak yang digerakkan oleh CIA di luar Pakistan ini selalu menjatuhkan bom sebanyak dua kali. Serangan pertama menewaskan target, serangan kedua menewaskan warga yang berkumpul untuk menyelamatkan korban.
Laporan juga mengungkapkan luka-luka di luar luka fisik dan tewas. Dalam laporan dikatakan, warga Pakistan, terutama yang tinggal di wilayah sabuk utara mengalami trauma. Mereka secara langsung melihat korban tewas akibat serangan drone, yang kebanyakan tubuhnya hancur berkeping-keping.
"Sebelum ada serangan model ini, hidup kami bahagia. Namun setelah drone menyerang, banyak orang jadi korban dan kehilangan anggota keluarga. Banyak juga yang jadi gila," tulis salah seorang saksi di Pakistan.
Serangan Ceroboh
Dia mengatakan, warga harus waspada 24 jam sehari, mengantisipasi serangan drone yang bisa datang kapan saja. Warga yang gila mengaku mendengar suara drone sepanjang hari. Menurut laporan Stanford/NYU, serangan itu tidak efektif dan hanya membunuh 2 persen dari target sasaran.
Dalam laporan dikatakan bahwa serangan drone adalah serangan ceroboh yang lebih mematikan bagi warga sipil ketimbang teroris. Serangan ini juga dipertanyakan posisi hukumnya dan merugikan kepentingan AS di luar negeri.
"Pembuat kebijakan di AS dan publik Amerika tidak bisa terus diam saja melihat bukti-bukti warga sipil yang tewas dan dampak yang kontra produktif dari serangan drone di Pakistan," ujar rekomendasi dalam laporan tersebut.