Presiden Brasil Dilma Rousseff dan Presiden AS Barack Obama (REUTERS/Kevin Lamarque) |
VIVAnews - Presiden Brasil Dilma Rousseff mengkritik sanksi Amerika Serikat atas Iran, terkait dugaan produksi senjata nuklir negara tersebut. Selain itu, Rousseff juga mengeluhkan kebijakan ekonomi AS yang dinilai merugikan negara lain.
Hal ini disampaikan Rousseff langsung kepada Presiden Barack Obama dalam pertemuan bilateral di Gedung Putih, Washington, Senin, 9 April 2012. Menurut sumber Reuters, dalam pertemuan 75 menit tersebut Roussef mengatakan bahwa sanksi AS atas Iran adalah sebuah kesalahan.
Menurutnya, sanksi baru Januari tahun ini yang didukung oleh para sekutu AS hanya akan menimbulkan gejolak di Timur Tengah. Hal ini bisa berdampak naiknya harga minyak dunia, yang berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi global.
Selain itu, presiden wanita pertama Brasil ini juga mengkritik sanksi AS terhadap Suriah yang menurutnya hanya memprovokasi konflik bersenjata yang lebih parah.
Sikap Rousseff ini sejalan dengan komitmen BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang menolak intervensi AS di Iran dan Suriah. Pada pertemuan di New Delhi bulan lalu, BRICS mengatakan tidak akan menghentikan kerja sama dengan Teheran.
Mereka bersikeras, hubungan dengan Iran perlu tetap dijaga di tengah upaya BRICS dalam memajukan perekonomian negeri.
AS Rugikan Negara Lain
Selain mengkritik sanksi soal Iran, Rousseff juga menyinggung soal kebijakan ekonomi AS yang dinilai merugikan mereka. Di antaranya adalah tingkat suku bunga AS yang rendah dan kebijakan ekspansionis yang menyebabkan likuiditas global.
"Kebijakan moneter ekpansionis Barat telah menyebabkan depresiasi mata uang di negara maju, dan merusak rencana pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang," kata Rousseff.
Kendati melontarkan kritikan, namun Rousseff menyambut baik rencana investasi AS di Brasil, terutama jelang Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016. Obama berharap, pasar Brasil yang berkembang dapat dimanfaatkan perusahaan AS untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Kedua kepala negara dalam pertemuan tersebut juga menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) peningkatan kerja sama di bidang penerbangan. MoU ini disepakati menyusul rencana Boeing membuka pusat riset dan teknologi di Negara Samba. (hp).