|
VIVAnews - Bagi remaja asal Suriname, Jurgen Rifanno Lie-Atjam, Indonesia bukanlah negara yang asing. Menurut dia, rata-rata orang Indonesia di Suriname bahkan kerap disapa dengan sebutan "Wong Jowo".
Jurgen merupakan salah satu dari 70 peserta program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI). Ini merupakan program tahunan dari Kementerian Luar Negeri RI untuk memperkenalkan dan mendidik para kaum muda mancanegara mengenai keberagaman sosial dan budaya Indonesia selama tiga bulan.
Jurgen menyebut istilah "Wong Jowo" itu tadinya hanya ditujukan bagi mereka yang berasal dari Yogyakarta dan Solo. Tapi akhirnya julukan itu jadi populer disematkan warga Suriname bagi orang-orang Indonesia.
"Kami tahu bahwa banyak warga keturunan Indonesia yang tinggal di Suriname dan kebanyakan dari mereka asal Jawa. Pandangan itu sudah diajarkan sejak kecil kepada kami di bangku sekolah," ungkap Jurgen saat berbincang dengan VIVAnews usai acara pembukaan BSBI 2013, yang diresmikan oleh Direktur Jenderal untuk Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu RI, A.M. Fachir.
Jurgen, yang masih duduk di bangku kelas tiga SMA, mengaku sangat mencintai budaya Indonesia. Salah satunya disebabkan darah Indonesia yang mengalir dalam dirinya dan diturunkan dari sang kakek. "Ibu saya memang lahir dan dibesarkan di Suriname, tetapi ayah dari ibu atau kakek saya berasal dari Solo," kata Jurgen.
Kendati masih memiliki darah Indonesia, namun Jurgen mengatakan ini merupakan kali pertama dia berkunjung ke tanah air. Dia mengaku sangat senang dapat meraih beasiswa ini, karena dapat memiliki kesempatan belajar kebudayaan langsung di Indonesia.
Sudah sejak lama Jurgen mengaku jatuh cinta kepada budaya Indonesia, khususnya tari. Tidak tanggung-tanggung Jurgen bahkan mengatakan rutin ikut membawakan tarian tradisional Indonesia di gedung Kedutaan Besar RI di Suriname.
"Saya sudah dua tahun membawakan tarian tradisional Indonesia di KBRI. Tarian yang biasa saya bawakan kebanyakan berasal dari Bali, Yogyakarta, Solo dan Pulau Sumatera," ujarnya.
Saat ditanya soal kemampuan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, Jurgen memperlihatkan sedikit kebolehannya kepada VIVAnews. "Jenengku Jurgen, aku wetu Suriname. Nama saya Jurgen dan berasal dari Suriname," tutur Jurgen yang mengaku tidak terlalu fasih berbahasa Jawa dan Indonesia itu.
Dia kemudian menjelaskan pakaian tradisional yang dikenakannya pada pagi itu. Jurgen mengatakan tidak ada nama spesifik untuk pakaian tradisional ini.
"Tidak ada namanya yang khusus untuk pakaian tradisional ini. Tapi alat ini bernama seki-seki, biasa digunakan untuk memanggil roh pada ritual keagamaan," kata dia.
Roh yang hadir dalam ritual itu dipercaya akan membawa keberuntungan bagi umat yang ikut. Lalu dia menunjukkan kain motif kotak-kotak bernama pangi yang diperoleh dari Afrika.
Tari Bali
Saat berada di Indonesia hingga tiga bulan ke depan, Jurgen memilih untuk belajar di Sanggar Tari Smarandana, Denpasar. Dia memilih belajar kebudayaan Indonesia di sana, karena menurutnya penduduk Suriname sangat menyukai tarian Bali.
"Selama ini kan yang mereka ketahui soal budaya Indonesia hanya terbatas pada kebudayaan Solo dan Jawa. Sementara saat ditampilkan tarian asal Bali, mereka sangat terkesima. Oleh sebab itu saya tertarik ingin belajar lebih jauh lagi tentang tarian tradisional Bali," katanya.
Jurgen akan berada di Bali bersama 12 peserta lainnya. Dia mengaku juga akan belajar cara bermain gamelan tradisional Bali. Selama ini menurut Jurgen yang biasa ditampilkan di Suriname hanya terbatas pada gamelan Jawa saja. Jurgen berambisi ingin menjadi guru tari dan menyebar luaskan kebudayaan Indonesia setelah dia kembali ke Suriname.
"Saya berharap setelah mengikuti program ini, saya akan dapat menunjukkan lebih banyak lagi kepada penduduk Suriname seperti apa kebudayaan Indonesia itu. Saya juga tertarik untuk menjadi guru tari dan mengajarkan tarian tradisional Indonesia kepada anak-anak dan orang dewasa," ujar dia. (eh)