KABUL - Sejarah baru telah ditoreh oleh Afganistan dan Amerika Serikat (AS). Kedua negara yang sempat mengalami ketegangan politik kini sepakat melakukan penandatanganan perjanjian keamanan.
Perjanjian ini merupakan bagian dari kampanye yang dilakukan Presiden terpilih Ashraf Ghani Ahmadzai, yang baru menjabat 22 September 2014. Dengan perjanjian itu memungkinkan pasukan Amerika masuk ke wilayah Afganistan.
Presiden sebelumnya, Hamid Karzai, menolak mentah-mentah tawaran perjanjian tersebut. Hamid menilai, kerja sama itu bertolak belakang dengan kematian warga sipil Afganistan. Kerja sama dalam memerangi Taliban itu, dinilai tidak mengakomodir kepentingan Afganistan yang sebenarnya.
Perjanjian itu diteken oleh Penasihat Keamanan Nasional Afganistan Hanif Atmar dan Duta Besar AS untuk Afganistan James Cunningham, di Istana Kepresidenan Afganistan.
"Sebagai negara yang merdeka dan atas kepentingan negara, kami menandatangani perjanjian ini dengan niat yang baik dan kesejahteraan rakyat. Dan juga stabilitas baik kawasan maupun dunia," kata Ghani dalam pidato setelah penandatanganan, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/9/2014).
Menurut pakta perjanjian, sebanyak 12 ribu personel militer asing bisa masuk ke wilayah Afganistan pada akhir 2014, ketika masa operasi North Atlantic Treaty Organization (NATO) habis di negara tersebut.
Selama ini, Taliban, berjuang untuk memukul mundur pasukan asing dan pemerintah yang didukung oleh Amerika. Taliban berasumsi, Amerika mengambil keuntungan dari kelumpuhan di Kabul untuk melancarkan serangan dalam upaya merebut kembali wilayah strategis seperti di bagian selatan, Helmand, dan Kunduz, di bagian utara. (rhs)