Jakarta - PPATK pernah menyerahkan laporan indikasi tindak pidana korupsi berupa data rekening gendut Komjen Budi Gunawan ke Bareskrim Polri. Namun laporan itu mentah setelah Bareskrim menyatakan tidak ada yang salah dari rekening tersebut. Belakangan, KPK 'menafsirkan' data tersebut secara berbeda.
Pada 23 Maret 2010, PPATK mengeluarkan analisis sistem transaksi mencurigakan yang memuat data rekening gendut sejumlah perwira Polri, salah satu yang paling mencolok adalah transaksi di rekening Budi Gunawan. Bareskrim yang menindaklanjuti laporan itu menyatakan tidak ada indikasi tidak pidana.
"Tahun 2010 kami menerima hasil analisis PPATK dan sudah ditindaklanjuti serta hasilnya diserahkan kembali ke PPATK, tidak ada hal yang perlu ditindaklanjuti (proses hukum), tidak ada pidana yang berkaitan dengan transaksi mencurigakan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie, Selasa (13/1/2015).
Sejak saat itu, tak ada proses hukum yang dilakukan. Kabar mengenai kepemilikan rekening gendut oleh Komjen Budi pun hanya menjadi isu.
Meski saat itu hanya berupa isu yang tak terkonfirmasi secara hukum, KPK yang diminta untuk melacak rekam jejak calon anggota kabinet Jokowi, memberikan tanda merah kepada Budi Gunawan. Jenderal Bintang Tiga ini kala itu ikut masuk dalam bursa calon menteri. Belakangan nama Budi tidak masuk sebagai anggota kabinet.
Baru kemudian pada Selasa (13/1/2015) kemarin, KPK 'menghidupkan' kasus tersebut. Lembaga antikorupsi yang memiliki rekor pemidanaan 100 persen ini menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka suap yang dialirkan ke rekening miliknya.
Artinya, KPK mengkonfirmasi dan memperkuat temuan PPATK pada 2010. Namun untuk diketahui, pada 2010, KPK tidak mendapatkan tembusan laporan transaksi mencurigakan yang dikirimkan PPATK ke Mabes Polri. Menanggapi status tersangka Budi Gunawan itu, Kapolri Jenderal Sutarman menyatakan pihaknya menghormati langkah yang dilakukan KPK. Menurut sang Jenderal Bintang Empat, memang terbuka kemungkinan untuk menemukan tindak pidana seandainya KPK menemukan bukti baru.
"Kalau ada novum, ada bukti baru, itu bisa dibuka kembali, saya kira itu tidak menutup kemungkinan bila ada bukti-bukti baru," kata Kapolri Jenderal Sutarman, usai menerima Ketua KPK Abraham Samad di Mabes Polri, Selasa (13/1/2014).
"Nah di KPK tentu penyidikan ini sepenuhnya dilakukan KPK, tentu yang tahu persis pembuktiannya KPK," imbuh Sutarman.