(VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
|
VIVAnews – Partai Demokrat tetap meyakini kader mereka, Siti Hartati Murdaya, menjadi korban sistem otonomi daerah. Hartati saat ini menjadi tersangka kasus suap hak guna usaha lahan perkebunan sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Gede Pasek Swardika menilai posisi Bupati Buol Amran Batalipu yang menjadi incumbent dalam pilkada, membutuhkan dana besar untuk maju ke pilkada. Oleh karena itu, menurutnya, Amran memeras pengusaha.
“Posisi Hartati seperti buah simalakama. Kalau tidak berhubungan baik dengan kekuasan di daerah, maka kemananan investasi akan merugi. Tetapi kalau diikuti, kejadiannya seperti sekarang. Jadi kalau dilihat secara jujur obyektif dalam garis besar ketatanegaraan kita, Bu Hartati adalah korban sistem,” kata Gede Pasek di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 13 September 2012.
Di depan partai pun, ujar Pasek, Hartati mengaku menjadi korban pemerasan. “Bu Hartati menyampaikan kepada kami, dan kami menyadari dalam sistem otonomi daerah dan pilkada langsung, kekuasan lokal yang begitu besar membuat siapapun yang berinvestasi di daerah jadi tidak aman. Mestinya KPK melihat dimensi ini,” kata Ketua Komisi Hukum DPR itu.
Namun sebaliknya, KPK meyakini kasus yang menyeret Hartati Murdaya itu terkait suap-menyuap penerbitan hak guna usaha lahan perkebunan sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. “KPK sampai saat ini masih percaya bahwa ini adalah kasus suap-menyuap, bukan pemerasan,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di kantor KPK, Rabu, 12 September 2012.
Menurut Johan, keyakinan Hartati bahwa kasus ini murni pemerasan dan bukan penyuapan, perlu dibuktikan di persidangan. “Pendapat, argumentasi, dan alibi, itu dijelaskan di pengadilan. Nanti hakim memutuskan. Tinggal disampaikan semuanya di persidangan,” ujar dia.