Din: Muhammadiyah Tidak Kontra Pemerintah

Author : Administrator | Sabtu, 12 November 2011 09:46 WIB
Wapres Boediono dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)

VIVAnews - Memasuki usianya yang ke 99 tahun, Muhammdiyah berusaha untuk tetap menjadi gerakan pencerahan umat Islam melalui bidang pengabdian. Muhammadiyah tidak hanya gerakan Islam di dada, namun terwujud dengan aksi nyata.

Hal ini disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, dalam pidatonya menyambut hari jadi Muhammadiyah ke 99 di Jakarta, Jumat malam. Dalam pidato tersebut, Din menyerukan umat Islam untuk tampil dalam langkah nyata menangani masalah kemanusiaan.

"Itulah yang dinamakan sebagai 'Rahmatan lil alamin', Islam sebagai rahmat bagi alam semesta," ujar Din.

Organisasi yang lahir pada 18 November 1912 ini menurut Din telah menjadi fenomena nasional dikarenakan penyebarannya cukup merata dari Aceh hingga Papua. "Di Papua ada 80 lembaga Muhammdiyah, termasuk satu Universitas di Sorong," ujar Din yang telah dua periode memimpin Muhammadiyah.

Ia juga mengatakan, Muhammadiyah juga menjadi fenomena Internasional dengan banyak bersuara di forum- forum global. " Selain itu juga ada 18 cabang istimewa Muhammadiyah di Amerika Serikat, Australia, dan Jepang," kata Din

Dalam dunia politik, Din membantah jika Muhammadiyah dikatakan selalu bertentangan dengan pemerintah. "Tidak benar bila Muhammadiyah selalu kontra dengan Pemerintah, siapa pun presiden dan pemerintahnya, Muhammadiyah tetap berkiprah bagi bangsa dan negara," tegas Din.

Kendati demikian, Din tidak membantah adanya sedikit pertentangan dengan pemerintah. Salah satu contohnya, kata dia, dalam penentuan hari raya Idul Fitri. Namun, dia menegaskan bahwa hubungan Muhammadiyah dengan Kementerian Agama tetap berjalan baik.

"Sesekali memang ada pertentangan, yaitu dalam menentukan hari raya Idul Fitri," ujar Din.

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman, Yogyakarta, pada 18 November 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, atau dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan. Dia adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang.

Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Itulah yang kemudian mendasari pemahaman Muhammadiyah. (sj)

Sumber: http://nasional.vivanews.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: