Ilustrasi |
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, dollar AS yang "pulang kampung" adalah penyebab nilai tukar rupiah terus limbung sampai saat ini.
Namun, Sofyan menyatakan pula bahwa rupiah tak terdepresiasi sedalam beberapa mata uang lain di dunia. Karena itu, dia mengaku tak khawatir bakal ada perulangan krisis moneter 1998.
"Enggaklah, kondisi '98 kan banyak, karena politik, bersamaan ya," kata Sofyan di kantornya, Senin (15/12/2014) malam.
Krisis moneter pada 1998, tutur Sofyan, merupakan akumulasi dari krisis politik di dalam negeri yang bersamaan dengan krisis keuangan di Asia. Kondisi saat ini, kata dia, berbeda dengan situasi pada waktu itu.
"Ekonomi kita secara umum bagus sekali. Politik kita aman sekali. Presiden kita luar biasa populernya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikeluarkan luar biasa bagusnya," imbuh Sofyan.
Pemerintah, lanjut Sofyan, bisa merespons pelemahan rupiah dalam jangka pendek dengan mendorong ekspor.
Namun, Sofyan mengakui tak banyak yang bisa diharapkan sekarang dari ekspor komoditas yang harganya juga anjlok bersamaan dengan harga minyak.
"Tapi, kalau manufaktur itu mereka perlu waktu sampai ada kontrak dan lain sebagainya untuk meningkat," ujar Sofyan.
Cara lain, lanjut Sofyan, pemerintah akan berupaya mengerem impor, terutama impor barang yang tak dibutuhkan. Pengurangan impor, kata dia, akan mengurangi penggunaan dollar AS.
"Kemudian, bagaimana kita mempercepat masuknya investasi, terutama investasi langsung. Maka, kami reform BKPM dengan izin satu pintu," kata Sofyan.