Ini Modus Penipuan yang Diduga Dilakukan WNA yang Digerebek di Bandung

Author : Administrator | Jum'at, 28 Agustus 2015 10:41 WIB
Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso.

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi mengantongi dugaan lain dari penggerebekan yang dilakukan di sebuah rumah mewah di Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (26/8/2015) lalu. Penggerebekan dlakukan atas dugaan kejahatan narkotika dan pelanggaran keimigrasian. Polisi juga menduga berlangsung praktik kejahatan dunia maya atau cyber crime. (baca: Warga Asing asal Taiwan yang Ditangkap di Bandung Gunakan Visa Wisata)

Khusus untuk dugaan cyber crime, penyidik telah mendengarkan keterangan 30 saksi warga negara Taiwan yang bekerja di rumah itu.

Kepala Bareskrim Polri Komjen (Pol) Budi Waseso mengatakan, rumah yang terletak di Kompleks Sentra Duta Raya Blok E3, Desa Ciwaruga, Kecamatan Parongpong, Bandung Barat itu dijadikan 'base camp' untuk beraksi. (baca: 30 Warga Asing yang Ditangkap di Bandung Diduga Terlibat 3 Jenis Kejahatan)

"Mereka melakukan penipuan. Tapi penipuan itu untuk warga negara di Tiongkok sana, bukan di Indonesia. Jadi, mereka ini menipu orang luar negeri dari Indonesia," ujar Budi, di Mabes Polri, Kamis (27/8/2015).

Penyidik masih mendalami sudah berapa lama mereka melancarkan aksinya dan mencari siapa otak di balik praktik itu. Dari keterangan para WN Taiwan itu, mereka direkturt melalui sebuah situs di internet dengan iming-iming fasilitas tiket pesawat dan gaji besar. (baca: Kronologi Penggerebekan Rumah Mewah di Bandung)

Ada pun, cara penipuan itu dilakukan melalui pesan singkat yang ditujukan bagi korban di Tiongkok. Pesan singkat bohong itu berisi informasi bahwa korban harus mendatangi kantor polisi setempat karena ada data-data bank yang hilang. Pada pesan singkat itu pun dicantumkan nomor telepon kantor polisi yang juga sudah dimanipulasi.

"Sehingga ketika korban menelpon, seolah-olah dia sedang berkomunikasi dengan polisi Tiongkok. Padahal, yang ditelepon itu ya pelaku di Indonesia itu," ujar Budi.

Melalui telepon, pelaku meminta identitas serta data-data bank korban, termasuk akses nomor rekening. Setelah data bank korban didapat, pelaku melancarkan aksinya melalui internet dengan membobol rekening korban kemudian ditransfer ke rekening penampung untuk suatu saat dicairkan.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengatakan, polisi mengetahui ada rekening yang dijadikan penampungan uang hasil kejahatan.

"Ada rekening di Indonesia, ada yang di luar negeri. Tapi lengkapnya masih kami selidiki ya. Kami masih olah TKP terus. Sejauh ini belum ada yang ditetapkan tersangka," ujar Victor.

Berawal dari narkotika

Terungkapnya kejahatan penipuan di dunia maya itu berawal dari penangkapan seorang kurir sabu bernama Ghandy pada 22 Agustus 2015 lalu di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Dari tangan Ghandy, polisi menyita 2,5 kilogram sabu asal Tiongkok.

Ada pun, warga negara Malaysia yang menyerahkan sabu itu melarikan diri.

"Awalnya kami menyasar WN Malaysia ini, tapi dia berhasil kabur dan kami hanya dapat WN Indonesia yang menerima barang itu," ujar Direktur Tindak Pidana Narkotika Brigjen (Pol) Anjan Pramuka Putra.

Keterangan Ghandy membawa penyidik menggerebek salah satu rumah toko milik LCS di Ancol, Jakarta Utara. Di sana, penyidik menemukan 192 paspor milik WN Taiwan, Tiongkok, Viernam dan Mongolia. Ternyata, lanjut Anjan, sebagian paspor itu milik WN Taiwan yang digerebek di Bandung Barat.

Di Bandung Barat, penyidik mengamankan 30 warga negara Taiwan yang terdiri dari 14 wanita dan 16 pria. Mereka diduga melanggar aturan keimigrasian. Polisi juga menemukan sabu seberat 2,5 gram dan 260 ekstasi. Anjan mengatakan, narkoba itu hanya digunakan untuk konsumsi para WN asing.

Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah barang elektronik yang diduga dilakukan untuk melancarkan kejahatan dunia maya, antara lain 11 laptop, 27 unit telepon rumah, 30 unit router, 15 bendel rekapan keuangan, 3 unit antena penguat sinyal, 65 ponsel dan 4 rekaman CCTV.

“Kita belum bisa mengungkap lebih dalam keterkaitan pidana itu satu sama lain. Saat ini, penyidik masih rekonstruksi untuk mendalami terus kasus ini," kata dia.

Sumber: nasional.kompas.com
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: