JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih menangani insiden di pesawat Virgin Blue, nomor penerbangan VA 041, yang melibatkan warga Australia, Matt Christopher (28).
Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menuturkan, Polri harus menunjukkan bahwa kasus ini bukan main-main.
“Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri adalah dalam rangka menegakkan wibawa hukum di Indonesia terlepas apa pun kewarganegaraan pelaku kejahatan,” tutur Hikmahanto, Sabtu (26/4/2014).
Yurisdiksi yang dilakukan oleh Polri, tegas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu, ditujukan untuk memberi pesan kepada siapa pun yang hendak mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia bahwa mereka akan berhadapan dengan hukum, tidak pandang dari negara mana dia berasal.
Namun, jelas dia, dengan berbagai pertimbangan, Polri bisa saja menyerahkan kelanjutan penanganan kasus tersebut ke Kepolisian Australia (AFP).
Menurut dia, ada tiga alasan yang membuat Polri bisa melepaskan yurisdiksi atau menyerahkan kasus ini ke AFP.
“Pertama, pesawat dan pelaku kejahatan merupakan warga negara Australia,” terang Hikmahanto.
Kedua, lanjut dia, negara mana yang memiliki lebih banyak kepentingan atas insiden tersebut. Saat disabotase, pesawat berjenis Boeing 737-800 itu dinaiki lebih banyak warga Australia ketimbang Indonesia.
“Ketiga, dilihat biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan proses hukum maka adalah wajar bila Australia yang harus mengeluarkan dan tidak membebankan APBN Indonesia,” tambahnya.
Ia menandaskan, terlepas apakah Polri akan melaksanakan atau tidak melaksanakan yurisdiksinya, namun hal terpenting adalah Christopher tidak boleh terbebas dari jeratan hukum atas tindakannya.