VIVAnews - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap polemik penetapan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bendera Aceh tidak akan merusak perdamaian di bumi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Untuk mencegah itu, JK yang juga merupakan mantan negosiator perdamaian RI dan GAM di Helsinki bertemu Gubernur Aceh, Zaini Abdullah di Jakarta.
"Kita mulai berbicara, dan semua itu sepakat akan hal ini. Semangat kami selalu ingin menjawab perdamaian luar biasa di Aceh, di nasional. Jangan ada yang berfikir, bahwa apa yang terjadi masalah bendera itu, akan merusak perdamaian, tidak," ujar Jusuf Kalla saat bertemu Gubernur Aceh di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu, 13 April 2013.
Dalam pembicaraan informal JK dengan Gubernur Aceh juga di disepakati bahwa bendera merah putih adalah bendera nasional yang harus diakui bersama. Adapun bendera Aceh kata JK, itu adalah bendera tentang wilayah yang melambangkan kebanggaan wilayah, dan persatuan daerah.
"Bukan bendera yang mengganti merah putih, ini harus dipahami secara nasional," ujar JK.
Menurutnya, dari pihak Aceh sepakat untuk menghindari kesalahpahaman soal bendera ini. Karena sejak awal, baik DPR Aceh, Gubernur dan GAM tidak pernah menghubungkan bendera Aceh dengan kemerdekaan.
"Bahwa kemudian ada masalah psikologinya, ini memang perlu menjadi perhatian," lanjut JK.
Untuk selanjutnya, DPR Aceh bersedia melakukan revisi qanun penetapan bendera Aceh dan meminta tenggat waktu enam bulan untuk merevisi. Sementara pemerintah pusat mendesak dua bulan untuk meminta penegasan soal bendera itu.
"Ini masalah sedikit konstitusi yang harus dikompromikan, apapun boleh dibicarakan. Terima atau tidak, ya dua bulan, DPRA butuh enam bulan, mengevaluasi atau tidak mengevaluasi," kata JK. (eh)
sumber : vivanews