(VIVAnews/ Muhamad Solihin)
|
VIVAnews - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, dipanggil Tim Pengawas kasus Bank Century ke DPR Rabu kemarin. Dalam pertemuan itu, anggota tim itu menggali keterangan Antasari seputar pertemuan di Istana Presiden, sebelum dana talangan kepada Bank Century dicairkan. Saat itu Antasari hadir dalam pertemuan itu.
Kasus ini belakangan menjadi ramai kembali, setelah sebuah media memberitakan bahwa Antasari pernah menyampaikan dalam pertemuan di Istana itu juga dibahas soal dana talangan untuk Bank Century. Tentu saja, jika benar jagat politik Indonesia bakal heboh lagi. Sebab soal dana talangan itulah yang dikecam banyak orang. Paripurna DPR sudah pernah meminta KPK mengusut tuntas kasus ini.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah membantah keras bahwa pertemuan itu membahas kasus Century. Pertemuan itu, katanya, hanya membahas soal krisis global dan bagaimana negeri ini mengatasinya. Saat itu sejumlah negeri di Eropa memang sedang digulung krisis keuangan. Sejumlah negara termasuk Indonesia cemas, sebab krisis itu bisa menyeret ekonomi nasional. ( Lihat video bantahan Presiden SBY di sini)
Dalam pertemuan di DPR kemarin, Antasari membantah keras bahwa soal kasus Bank Century dibahas dalam rapat di Istana itu. Juga membantah bahwa dia pernah mengatakan kasus Bank Century dibahas dalam rapat itu. Karena itu dia menjawab tegas pertanyaan anggota dewan soal apakah Antasari punya "kartu as" dalam kasus ini. "Tapi kalau soal perkara lain, itu sih lain lagi," katanya.
Soal "kartu as" yang lain itulah yang memantik pertanyaan anggota DPR dan sejumlah kalangan. Seorang anggota DPR mempertanyakan apakah "kartu as" yang dimaksud Antasari itu adalah soal kasus IT (Teknologi Informasi) di KPU pada Pemilu 2009? Soal ini tidak dibahas panjang di DPR kemarin itu, sebab bukan merupakan agenda pertemuan ini.
Seperti apa kasus IT KPU itu? Memang tidak banyak yang tahu. KPK memang pernah membentuk tim guna menyelidki dugaan korupsi dalam pengadaan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR) di KPU. Tapi sampai kini kelanjutnya belum jelas.
Cerita soal kasus IT itu KPU lebih gamblang disampaikan oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Antasari, yang ikut datang ke DPR kemarin itu. "Kasus IT KPU itu sampai sekarang selesai begitu saja. Kasus itu mulai diusut sekitar bulan Maret-April 2009. Lalu pada 4 Mei 2009, Pak Antasari masuk penjara," kata Maqdir Ismail kepada VIVAnews.
Menurut Maqdir, setelah ditahan Antasari tidak banyak tahu lagi tentang perkembangan pengusutan kasus itu. Tapi pimpinan kolektif KPK saat itu, katanya, sudah memutuskan bahwa kasus itu ditangani salah satu Wakil Ketua KPK.
Maqdir mendapat kabar bahwa kasus IT KPU itu belakangan disebut hanya sebuah kesalahan registrasi saja. "Tapi apa betul seperti itu? Ada barang yang tidak terpakai, nilainya ratusan miliar. Apakah itu masalah administratif saja?" tanya Maqdir.
Meski begitu, Maqdir menghindari spekulasi dan analisis. Maqdir dan Antasari hanya mengedapankan bukti-bukti atau fakta yang terjadi. "Pak Antasari sebagai mantan penegak hukum, selalu berpikir semua harus ada faktanya," jelas Maqdir.
Antasari masuk tahanan Polda Mei 2009. Dia dituduh melakukan pembunuhan terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Yang membuat miris Antasari, kata Maqdir, kasus ini diembeli kasus esek-esek.
"Kasus esek-esek itu menghancurkan Pak Antasari secara fisik dan mental," tegas Maqdir. Kartu As lain yang disebut Maqdir, adalah soal saling sadap Polri dan KPK. Menurut Maqdir, kasus saling sadap itu punya bagian cerita sendiri yang tak kalah panjang.
Dalam catatan VIVAnews , April 2009 KPK sudah membentuk tim khusus untuk menangani dugaan korupsi kasus IT KPU. Pengusutan dugaan korupsi pengadaan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR) ini pertama kali disampaikan Antasari Azhar , yang saat itu menjabat Ketua KPU. Saat itu Antasari menegaskan bahwa jika hasil penelitian KPK menunjukkan adanya indikasi korupsi dalam kasus ini, maka KPK tidak akan segan-segan mengusut.
Juru bicara KPK, Johan Budi, pernah mengatakan bahwa tim untuk kasus ini terdiri dari bagian pencegahan dan pengaduan masyarakat. "Saat ini tim sudah dan akan melakukan telaah terhadap perangkat teknologi informasi di KPU," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 23 April 2009. Keterangan Johan selengkapnya baca di sini.
Dalam kasus ini, diduga telah terjadi kerugian negara Rp 284,28 miliar dari lima proyek yang bernilai Rp 817,9 miliar. Wakil Ketua KPK saat itu, M Jasin membantah kasus IT KPU dipendam KPK. (Keterangan Jasin selengkapnya baca di sini.)