TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP berbasis NIK periode 2011-2012 terus bergulir.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berupaya mencari bukti-bukti untuk menjerat tersangka baru.
Sidang kasus e-KTP tersebut sudah digelar dua kali di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang itu menjadi bahan KPK mencermati fakta-fakta persidangan.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan fakta-fakta persidangan itu akan dikembangkan oleh KPK sebagai upaya untuk menjerat tersangka baru.
"Kami mengamati dan mencermati proses persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Fakta itu penting bagi KPK membuktikan dakwaan dua terdakwa (Irman dan Sugiharto)," ujar Febri Diansyah, Jumat (17/3/2017).
Sejauh ini, persidangan sudah masuk ke agenda pemeriksaan saksi. Pada Kamis kemarin, sudah ada tujuh orang saksi dimintai keterangan terkait kasus korupsi yang menelan kerugian sebesar Rp 2,3 triliun.
Mereka yaitu, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, Kabiro Perencanaan Kemendagri 2014-2010 Yuswandi A Temenggung.
Ada juga eks Ketua Komisi II DPR RI Chaeruman Harahap, Elvius Dailami, Direktur Utama PT Karsa Wira Utama Winata Cahyadi dan Dirjen Administrasi Kependudukan 2005-2009 Rasyid Saleh.
"Kemarin banyak fakta yang sudah disampaikan, baik untuk pembuktian kedua terdakwa maupun kepentingan pengembangan kasus karena KPK tidak berhenti pada dua terdakwa," tutur Febri.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Irene Putrie, mengaku masih fokus kepada alur penganggaran di proyek kasus korupsi e-KTP.
Jaksa KPK ingin mengetahui mekanisme penganggaran proyek e-KTP yang berubah dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) murni.
Untuk itu, dia menilai, perlu meminta keterangan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. Nama mantan Menteri Keuangan itu disebut terlibat oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazarudin.
"Keterkaitan Agus di penganggaran itu PHLN, yang kemudian menjadi APBN murni, kedua persoalan multiyears, kemudian perubahan tahun anggaran dari yang hanya 2011, 2012 menjadi sampai 2013. Banyak lah nanti," tutur Irene.
Menurut dia, pihaknya ingin menggali informasi dari Agus, apakah dalam proses pengubahan dari PHLN ke APBN murni terdapat indikasi suap atau tidak.
"Nanti kami gali. Hanya bentuk itu apakah hibah luar negeri atau APBN murni kan gitu. DPR menyetujui untuk APBN murni. Itu kan begitu. Apakah dalam pengurusan itu ada indikasi penerimaan uang," kata Irene.
Agus tak dapat menghadiri sidang pemeriksaan saksi itu. Dia berhalangan hadir karena sedang rapat dewan gubernur dan pergi ke luar negeri. Dia tetap tak bisa hadir pada sidang pemanggilan saksi berikutnya.
"Agus sudah bilang minggu depan juga tidak bisa, karena dia konferensi sampai tanggal 21, 22. Jadi minggu depan masih belum bisa hadir," tambahnya.