Hakim agung Sofyan, Andi dan Zaharuddin (dok.detikcom) |
Jakarta - Novum berupa kuitansi sewa ruko menjadi alasan Mahkamah Agung (MA) membebaskan Cindra Wijaya. Pria yang juga biasa disapa Acin itu menghirup udara bebas dalam kasus judi dengan omzet Rp 2 miliar per hari.
Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menyatakan judi adalah tindak pidana formil yang gampang dibuktikan.
"Kalau dalam perjudian itu gampang sekali pembuktiannya. Karena termasuk tindak pidana formil. Pertanyaannya kenapa sesuatu yang gampang dibuktikan itu bisa sampai bebas?" ujar Mudzakir melalui sambungan telepon saat dihubungi detikcom, Kamis (24/4/2014).
"Kita harus tahu apa sebenarnya alasan hakim. Kalau ada hubungan dengan uang, bubarkan saja lah pengadilan itu. Kalau sampai bebas mah keterlaluan," sambungnya.
Menurut Mudzakir, bisa saja hal ini dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) jika ada kecurigaan terhadap hakim yang memutus PK tersebut.
"Nanti bisa dieksaminasi. Kalau alasan majelis hakim tidak klop dengan doktrin hukum, patut dicurigai dan dilakukan eksaminasi. Jaksa juga bisa melakukan PK lebih dari 1 kali jika ada bukti baru," jelasnya.
Acin ditangkap polisi pada 23 Oktober 2008. Sempat divonis 4 tahun penjara, Acin lalu dibebaskan di tingkat banding. Lolos dari hukuman, majelis kasasi lalu kembali menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara.
Namun putusan ini tidak bertahan lama. Sebab Acin mengajukan peninjauan kembali (PK). Dalam PK pertama, majelis hakim tidak menerima karena Acin tidak hadir dalam persidangan. Alhasil, Acin kembali mengajukan PK kedua dan dikabulkan. Duduk sebagai majelis hakim yaitu Zaharuddin Utama, Sofyan Sitompul dan Andi Abu Ayyub.