Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini (kiri), bersama Dosen Universitas Diponegoro Hasyim Asy'ari (kedua kiri), Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Masykurudin Hafidz (kedua kanan), dan Pengamat Pemilu Minan (kanan) saat memberikan keterangan di Media Centre Badan Pengawas Pemilu, Jakarta Pusat, Rabu (9/9/2015). Dalam konpers tersebut JPPR menerangkan terkait peta koalisi pilkada serentak yang dilihat dari jumlah dukungan parpol, perbandingan jumlah dukungan dengan perolehan suara parpol, serta peta masing-masing dan antar parpol dalam membangun koalisi. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Masykurudin Hafidz, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
TRIBUNNERS - Salah satu ketentuan baru dalam RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum adalah terkait Pengawas di tingkat Kabupaten/Kota. Pengawas Pemilu ditingkat Kabupaten/Kota yang semula ad hoc dengan masa bakti sesuai dengan tahapan Pemilu, berubah menjadi permanen selama lima tahun dengan perubahan nama menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota.
Ketentuan tersebut di atas terdapat dalam Pasal 72 dan Pasal 80 di RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang diajukan Pemerintah.
Perubahan Bawaslu Kabupaten/Kota yang bersifat permanen berdampak pada pembentukan sekretariat dan penetapan jabatan fungsional untuk mendukung kerja-kerja pengawasan.
Sementara tugas dan kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota yang diatur dalam RUU Pemilu melakukan pengawasan, pencegahan dan penegakan hukum masih dilakukan dalam rentang tahapan Pemilu yaitu kurang lebih selama 22 bulan.
Dengan status sebagai lembaga permanen yang bertanggung terhadap keadilan Pemilu, adalah mubazir jika tugas Bawaslu Kabupaten/Kota hanya bekerja selama masa tahapan Pemilu saja. Dengan dukungan sekretariat, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat melakukan kerja-kerja yang lebih dari itu, diantaranya melakukan penelitian, penguatan masyarakat hingga kegiatan teknis perbaikan data pemilih diluar masa pemutakhiran sebagai kontribusi terhadap perbaikan administrasi kependudukan.
Diluar tahapan penting penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat melakukan kajian mendalam tentang kondisi dan perilaku pemilih sebelum atau sesudah Pemilu, hal ini untuk mendeteksi aspek-aspek sosial dan struktural sehingga dapat menentukan strategi pengawasan yang tepat.
Demikian juga, penguatan masyarakat dalam berdemokrasi yang lebih matang dapat dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota dengan pelibatan masyarakat yang lebih intensif untuk peduli terhadap kebijakan daerah.
Sementara dalam hal yang lebih teknis, dalam hal perbaikan administrasi kependudukan dimana satu warga satu identitas maka Bawaslu dapat berkontribusi dalam konteks kepemiluan dengan perbaikan data pemilih yang terus menerus.
Penguatan Bawaslu Kabupaten/Kota harus disertai dengan peningkatan tugas dan kewajibannya. Dana publik yang telah dikeluarkan harus sepadan dengan kinerja yang dihasilkannya.