NEWS STORY: Riwayat Gedung Kramat, Kos-kosan Tempat Lahir Sumpah Pemuda

Author : Administrator | Sabtu, 29 Oktober 2016 08:19 WIB

 

Diorama Kongres Pemuda II yang mencetuskan Sumpah Pemuda (Foto: Randy Wirayudha)

JAKARTA di awal era 1900 terhampar banyak gedung berasitektur Eropa, termasuk di kawasan Kramat Raya yang saat ini berada di area Kwitang, Jakarta Pusat. Salah satu gedung yang tak banyak orang tahu tapi menyimpan sejarah besar adalah Gedung Kramat 106.

Bagi kita yang biasa beraktivitas ke arah Pasar Senen hingga Ancol via Salemba dan Jalan Kramat Raya mungkin enggak akan ‘ngeh’ jika ada sebuah gedung yang jadi saksi bisu. Saksi bisu sejarah bangsa yang jika tak terjadi pada 28 Oktober 88 tahun lampau, goresan sejarah dan arah bangsa ini takkan sama seperti sekarang.

Sekarang gedung tua beralamat lengkap di Jalan Kramat Raya, Nomor 106, Kwitang, Jakarta Pusat, ini sudah jadi sebuah museum. Museum Sumpah Pemuda yang baru pada 1974 diresmikan Presiden kedua RI Soeharto.

Jika kita berkendara dan sekadar, tentu kita takkan tahu. Kita atau orang-orang lain baru akan tahu jika berhenti sejenak dan masuk ke gerbang gedungnya. Sapaan hangat security dan pemandu, menyambut penulis saat bertandang ke gedung yang awalnya milik seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong ini.

Ruangan demi ruangan penulis jelajahi bersama rekan penggiat sejarah Bekasi Beny Rusmawan, serta turut ditemani pemandu museum Bakti Ari. Beragam informasi terpampang di dinding-dindingnya.

Tidak lupa, informasi yang berupa layar visual touch screen untuk mempermudah penjelasan apa-apa yang ada di ruangan-ruangannya. Beberapa diorama dan patung yang menggambarkan Kongres Pemuda II (27–28 Oktober 1928) juga menambah kesan menarik di museum ini.

Selain penggambaran sejumlah tokoh dan jalannya kongres pemuda, dalam sebuah ruangan juga di-display biola milik Wage Rudolf Soepratman. Mantan wartawan yang pertama kali menyenandungkan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’.

      

Lagu yang mengiringi penutupan Kongres Pemuda II di tempat ini 88 tahun silam, selain dicetuskannya tiga poin ikrar yang kini, dikenal dengan Sumpah Pemuda. Biola itu masih nampak terawat baik dengan bingkai kaca.

Di bawahnya, dituliskan asal-usul biolanya yang ternyata, merupakan buatan Nicolaus Amateus Fecit. Biola yang juga salah satu masterpiece ini dibuat dari kayu pohon maple Italia dan eboni Afrika Selatan. WR Soepratman mendapatkan biola cantik ini dari seorang kawannya, WM Van Eldick, yang jadi kado ulang tahunnya.

Selain itu, di ruangan belakang museum ini juga ditampilkan patung-patung kepanduan. Dari sini pula, kita akan paham bagaimana awal mula eksitensi kepanduan yang sekarang kita kenal dengan Pramuka.

Tapi bukan ini yang hendak didalami penulis. Melainkan soal riwayat gedung ini. Gedung yang awalnya jadi rumah milik seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong.

Seperti halnya saat ini, di mana banyak kampus maka akan menjamur pula rumah-rumah kos. Nah di awal 1900-an, mulai muncul sejumlah perguruan-perguruan tinggi di Jakarta dan Sie Kong Liong, memilih menjadikan rumahnya itu jadi kos-kosan.

“Gedung milik Si Kong Liong ini baru dibangun sekitar awal 1900-an. Saat itu, banyak pelajar-pelajar dari daerah yang datang ke Jakarta, karena saat itu perguruan tinggi cuma ada di Jakarta. Rumah ini kemudian dijadikan rumah kos mulai 1908,” terang Bakti Ari kepada Okezone.

“Termasuk jadi tempat Kongres Pemuda II di hari terakhir. Hari di mana dicetuskannya Sumpah Pemuda dan dimainkannya lagu ‘Indonesia Raya’ untuk kali pertama. Dipilih di sini, karena dulu tempat ini juga dijadikan Indonesische Clubgebouw (Gedung Pertemuan Indonesia),” imbuhnya.

Sejumlah tokoh pergerakan nasional yang pernah ‘ngekos’ di gedung itu adalah M Yamin, AK Gani Setiawan, hingga Amir Sjarifoeddin. Tapi mulai 1934, gedung bergaya Eropa ini tidak lagi jadi tempat kos.

“Iya dari tahun ’34, beberapa kali gedung ini disewakan ke orang-orang lain lagi. Sempat jadi toko bunga, dijadikan hotel, sampai pada 1955 jadi kantor bea cukai pemerintah. Baru pada 1965, mulai ada keinginan para tokoh nasional menjadikan ini museum. Tapi baru 1974 diresmikan,” tandas Bakti.

  

Jadi seandainya Anda-Anda punya waktu luang dan sedang melewati kawasan Kramat Raya, tak ada salahnya mengayunkan langkah, menggeber motor atau menginjak gas mobil untuk mendatangi museum ini.

Sambil menghayati, sambil kita mengenal jejak sejarah bangsa karena seperti sebuah ungkapan, “Tiada sekarang tanpa dahulu". Lagi pula, proklamator Soekarno juga pernah melantangkan “Jas Merah” alias “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

(raw)

Sumber: http://news.okezone.com/read/2016/10/28/337/1527286/news-story-riwayat-gedung-kramat-kos-kosan-tempat-lahir-sumpah-pemuda
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: