JAKARTA - Presiden Joko Widodo tengah dihadapkan pada permasalahan kebangsaan. Masalah ini menyangkut, mantan pasangan Jokowi di DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diduga melakukan penistaan terhadap salah satu agama di Indonesia.
Kasus yang melilit Ahok dinilai sebagai ancaman serius yang bakal merusak keutuhan bangsa Indonesia. Karenanya perlu ketegasan Jokowi dalam menyikapi desakan sejumlah kalangan yang bakal demo besar-besaran, pada Jumat 4 November 2016.
Direktur LIMA, Ray Rangkuti menilai, di tengah tekanan Jokowi yang berhadapan dengan masalah kebangsaan itu, partai politik koalisi pendukung pemerintah tampak tak berdaya dan bekerja optimal memberikan dukungan kepada orang nomor satu di republik ini.
"Saat presiden dihadapkan pada masalah kebangsaan, koalisi besar kekuasaannya seperti tidak berdaya dan bekerja optimal. Nampak tak terlihat upaya yang cukup dan signifikan dari koalisi partai politik pendukung presiden untuk melakukan langkah-langkah yang membantu presiden menutupi ruang politik kebangsaan tadi," kata Ray saat berbincang dengan Okezone, Rabu 2 November 2016 malam.
Ray mengatakan, akhirnya langkah meredam gejolak yang bisa merusak kebangsaan kita ini, dilakukan Jokowi sendiri. Hal ini, terlihat ketika mantan Wali Kota Solo itu turun gunung menyambangi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto serta memanggil para ulama ke Istana Negara.
"Ujung-ujungnya harus presiden sendiri yang menangani dan terlibat langsung. Koalisi politik yang dominan dan besar bahkan seperti tak berdaya menepis situasi politik yang menautkannya dengan presiden," jelas dia.
Menurut Ray, parpol koalisi pendukung pemerintah baru terlihat efektif ketika bicara kekuasaan semata. Seperti dalam hal bagi-bagi kursi menteri di Kabinet Kerja.
"Koalisi besar terlihat efektifnya dalam urusan kekuasaan. Tapi tak terlihat dalam urusan menutupi sisi yang terlupakan dari kebijakan dan pilihan-pilihan program politik presiden," tegas dia. (fas)
(erh)