(VIVAnews/Fajar Sodiq)
|
VIVAnews - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai meyakini bahwa aksi penculikan dan pembunuhan terhadap dua orang polisi yang sedang bertugas di Poso, Sulawesi Tengah, Brigadir Sudirman dan Briptu Andi Sapa terkait aksi terorisme.
Ia menduga keduanya tewas di tangan pelaku yang telah menjadi buronan sejak 2005.
Ansyaad juga mengaku ada alasan mengaitkan peristiwa itu kepada kelompok yang selama ini menebar teror. "Ada alasan kuat atas hal itu," kata dia di Bali, Jumat 19 Oktober 2012.
Ia menyebut bahwa hingga saat ini, masih ada aktor intelektual penebar teror di sejumlah tempat yang masih berkeliaran.
Selain itu, Ansyaad menjelaskan bahwa sejak 2005, otak penebar teror itu sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). "Meski identitasnya jelas dan telah dikantongi, namun dengan berbagai sebab hingga kini belum tertangkap," ujarnya.
Salah satu hal yang menjadi kendala, kata dia, adalah tak bisa lagi menangkap seseorang secara semena-mena, seperti zaman Orde Baru dulu. "Dulu bisa saja ditangkap kapan saja. Tetapi sekarang, di alam demokrasi seperti sekarang ini tidak bisa lagi seperti itu," sebut Ansyaad.
"Dalam alam demokrasi, disyaratkan cara bermartabat dalam melakukan penangkapan," tambah dia.
Menurut Asnyaad, beda Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Di dua Negara itu, mereka yang baru sebatas berbicara, namun dianggap membahayakan dan mengancam negara bisa ditangkap dan ditahan.
Tak tanggung-tanggung, ia melanjutkan, bisa ditahan selama dua tahun tanpa proses pengadilan. "Dulu, kita boleh melakukan cara-cara seperti itu. Tapi kini sudah tidak boleh lagi. Kalau di Indonesia orang yang diperlakukan seperti itu malah bisa jadi selebritis. Terus terang kita iri dengan cara penanganan di negara lain," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman memberi sinyalemen jika erat kaitannya jaringan kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di balik kematian dua anggota polisi yang sedang bertugas di Poso. Atas hal itu, JAT sendiri sudah membantahnya.