Pemkot Pontianak Belum Tahu Dua Warganya Divonis Mati di Malaysia

Author : Administrator | Sabtu, 20 Oktober 2012 10:50 WIB
Ilustrasi tahanan (Reuters)

VIVAnews - Keluarga kakak beradik, Frans Hiu (22) Dan Dharry Frully Hiu (20) - tenaga kerja indonesia (TKI) asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor, Malaysia - hingga Jumat malam belum mengetahui nasib kedua anak mereka.

Pihak keluarga juga belum menerima salinan putusan Mahkamah Tinggi Malaysia terkait vonis mati terhadap kedua anaknya ini.  Ironisnya lagi,  Pemerintah Kota Pontianak belum mengetahui ada warganya yang divonis mati di Malaysia karena tuduhan melakukan pembunuhan terhadap seorang pencuri di rumah majikan mereka.

Kediaman kedua orangtua Frans Hiu Dan Dharry Frully Hiu  TKI yang memiliki alamat lengkap di Jalan Selat Sumba 3 Gang Mantuka RT 02 RW 13 No. 10 Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak, Kalimantan Barat ini yang di vonis mati Mahkamah Tinggi Malaysia dengan tuduhan melakukan pembunuhan terhadap seorang  pencuri di rumah majikan langsung menjadi pusat perhatian warga dan  sejumlah tetangga terdekat.

Di rumah sederhana ini ditempati kedua orangtuanya dan dua adiknya yang masih bersekolah di tingkat SMK.  Sejak kabar kedua kakak beradik ini dibui karena melakukan pembunuhan terhadap seorang pencuri berkewarganegaraan Malaysia, Kharti Raja  pada 3 desember 2010 lalu, kedua orangtuanya,  Bong Djit Min (55) dan  Hiu Soi Hwe (45),   memilih menutup diri. Bahkan Hiu Soi Hwe, ibu kandung dua kakak beradik ini ini masih shock dan enggan berbicara kepada siapapun setelah mendengar kabar tersebut malang tersebut.

Begitu juga tetangga dan rekan kedua TKI ini mengaku sangat terkejut setelah mendengar keduanya mendapat hukuman seberat itu dari mahkamah tinggi di Malaysia. Padahal mereka mengenal sosok kakak beradik ini sebagai sosok yang pendiam, dan tidak suka berkelahi. Keduanya tamat dari sekolah menengah kejuruan (SMK) Swasta  Agape Kota Pontianak yang hanya berjarak 100 meter dari kediamanya pada tahun 2008 itu.

Kedua kakak beradik ini merupakan tulang punggung keluarga,  karena penghasilan keluarganya yang mengandalkan pekerjaan Ayahnya sebagai buruh tak mencukupi untuk kehidupannya sehari-hari.  Kondisi inilah yang memutuskan kedua kakak beradik ini bekerja di Malaysia setelah menamatkan sekolah.

“Dia orangnya lucu namun kadang-kadang suka jahil, “kata Dedi,  teman sekolah Frans, sedih. “Kedua kakak beradik ini alim, keduanya tamatan SMK, saya kaget, cuma yang divonis baru tahu ini,”kata Mega,  tetangga Frans ini, sedih dan berharap jangan di gantung mati tetangga baiknya itu.

Sementara Bong Djit Min, Ayah kedua kakak beradik ini memilih pasrah dengan nasib kedua anaknya. “Selama ini saya gak pernah mengadukan kemana-mana, karena saya tidak tahu apa-apa soal prosedurnya. Tapi, saya  meminta keadilan pemerintah. Selama itu juga tidak ada pemberitahuan dari mana-mana, terkecuali dari sang majikan nya di Malaysia itu. Tidak ada pemerintah yang membantu kami ini.

Anak saya itu selama bekerja disana ada juga kirim uang sedikit-dikit. Jumlahnya ada sekitar 2000 RM. Anak saya itu tulang punggung keluarga. Dia pergi ke Malaysia bersama teman-temannya. Untuk biaya ke Malaysia, itu yang membiayai adalah saya ini. Kerena pada saat itu dia belum bekerja. Dia baru saja tamat SMK di Pontianak. Selama ini saya tidak ada firasat apapun, “ungakap Bong Djit Min, yang berusia 55 tahun ini, saat ditemui VIVAnews di rumahnya pada hari Jum'at  sore 19 Oktober 2012, yang merasa kebingungan dengan kasus yang menimpa kedua anak itu.

Namun , Bong Djit Min,  berharap adanya uluran tangan dari pemerintah untuk memberikan bantuan hukum yang tepat terhadap kedua anaknya yang hanya melakukan pembelaan diri sehingga tak sengaja menewaskan seorang pencuri berkewarganegaraan Malaysia. Namun keluarga menyayangkan sampai saat ini belum ada satupun pihak dari pemerintah indonesia yang memberi tahu nasib kedua anaknya yang divonis mati di Malaysia.

“Saya tidak mendapat apapun salinan putusan dari pemerintah,”ucapnya, yang berharap kasus yang menjerat kedua anaknya itu segera ada penanganan serius dari NKRI ini, "demkian  Bong Djit Min, berharap penuh kedua anaknya itu tidak di hukum mati di Malaysia.

Tanggapan Pemda

Sementara itu Pemerintah Kota Pontianak menanggapi dingin adanya dua warga Kota Pontianak yang divonis mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Malaysia. Menurut pihaknya, kewenangan sepenuhnya ada di Kementerian Luar Negeri,  karena ini menyangkut hubungan ke dua Negara.

“Saya belum ada laporan dari Kemenlu. Belum ada laporan mengenai hal ini, “kata Sutarmidji, Walikota Pontianak, kepada sejumlah wartawan .

Kedua kakak beradik,  Frans Hiu Dan Dharry Frully Hiu,  tenaga kerja indonesia (TKI) asal Kota  Pontianak,  Kalimantan barat  divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi, Shah Alam, Selangor,  Malaysia pada Kamis kemarin 18 Oktober 2012.

“Kami meminta keadilan pemerintah. Masa kita dijajah Malaysia?. Selama ini kami kontak-kontak dengan kakak saya itu melalui majikannya. Kita akan banding lagi,  dan menunjuk pengacara. Udah dua tahun dia bekerja disana. Selama dua tahun di sana gak ada masalah apa-apa.

Dia bekerja Mesin di Selangor, Malaysia. Pertama kali kasus ini pada awal tahun 2011. Mama saya juga pernah kesana menjenguk kakak saya disana. Majikan kakak saya itu ada bantu menyewakan pengacara, “kata adik Frans Hiu Dan Dharry Frully Hiu, Frdedy Hiu (18) ini.

Menurut pengacara keduanya,  Yusuf Rahman, mengatakan  kejadian bermula saat korban hendak mencuri di rumah kakak beradik yang bekerja sebagai penjaga Play Station di Malaysia.

Sempat terjadi perkelahian saat Frans sempat berusaha menangkap pencuri berpostur tinggi besar itu,  Sementara Dharry berusaha lari menyelamatkan diri karena takut. Setelah beberapa lama bergelut,  Frans berhasil menangkap si pencuri dan mencekik leher  dari belakang hingga korban kehabisan napas dan meninggal dunia.

Atas vonis mati kedua TKI tersebut, kedua kakak beradik ini langsung mengajukan banding ke Mahkamah Banding (Mahkamah Rayuan) karena merasa tidak bersalah. Sayangnya, permintaan banding tersebut tidak dikabulkan.

Hakim tunggal, Nur Cahaya Rashad,  tetap mengabulkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Zainal Azwar, yang menjerat kedua TKI tersebut dengan pasal 302 undang-undang pidana Malaysia dengan hukuman maksimal digantung sampai mati.

Sumber: http://nasional.news.viva.co.id
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: