Area yang terkena dampak lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat dari udara, Kamis (5/3/2015). Sembilan tahun setelah semburan lumpur tersebut mulai berlangsung, pembayaran ganti rugi terhadap warga yang terkena dampak dari lumpur tersebut belum seluruhnya tuntas. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menyatakan, tidak akan menalangi pembayaran ganti rugi untuk masyarakat dari kalangan pengusaha yang menjadi korban genangan lumpur Lapindo. Pernyataan tersebut dilontarkan terkait protes para pengusaha korban lumpur Lapindo yang menilai pemberian dana talangan ganti rugi Lapindo tidak adil.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Basuki Hadimuldjono yang merupakan Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengatakan, pemerintah menyerahkan penyelesaian ganti rugi bagi pengusaha korban Lapindo kepada kesepakatan antara Minarak Lapindo Jaya dengan pihak pengusaha sendiri.
"Dalam Rapat Kabinet sebenarnya itu dilaporkan oleh Menteri Keuangan, tapi diputuskan untuk tidak disentuh dulu. Biarkan masalah itu diselesaikan secara bussiness to bussiness," kata Basuki, akhir pekan kemarin.
Para pengusaha yang menjadi korban Lumpur Lapindo mempermasalahkan dana talangan ganti rugi untuk masyarakat korban semburan lumpur ke MK. Sebanyak 25 pengusaha yang menjadi korban semburan Lumpur Lapindo menggugat UU APBN-P 2015 ke MK. Mereka menggugat Pasal 23 B ayat 1, 2 dan 3 UU tersebut ke MK.
Mursid Mudiantoro, kuasa hukum ke-25 pengusaha korban Lumpur Lapindo mengatakan, gugatan tersebut diajukan karena pengusaha merasa bahwa keputusan pemerintah dalam menalangi ganti rugi korban lumpur Lapindo tidak adil. Sebab, dana talangan ganti rugi sebesar Rp 781 miliar yang dialokasikan dalam ketentuan pasal tersebut hanya mencukupi untuk menalangi ganti rugi masyarakat biasa korban Lumpur Lapindo.
Sementara itu, pemerintah tidak mengalokasikan dana talangan ganti rugi kepada para pengusaha korban Lumpur Lapindo.
"Pengusaha maupun masyarakat dari unsur rumah tangga sama-sama memiliki tanah dan bangunan, keduanya merupakan korban lumpur, tapi kenapa yang diberi hanya masyarakat dari unsur rumah tangga saja," kata Mursid di Jakarta Senin (8/6).
Mursid berharap, MK bisa mengabulkan gugatan yang diajukan para kliennya tersebut. Dia meminta MK untuk bisa menyatakan Pasal 23 huruf B yang digugat kliennya dinyatakan bertentangan dengan konstitusi sepanjang sepanjang tidak mengakui dan memasukkan nilai tanah dan bangunan milik korban Lumpur Lapindo di dalam peta area terdampak secara keseluruhan sebagai sebagai ganti rugi yang harus ditalangi oleh negara. (Agus Triyono)