Permohonan Grasi Kini tidak Terbatas Waktu

Author : Administrator | Kamis, 16 Juni 2016 06:49 WIB
Permohonan Grasi Kini tidak Terbatas Waktu
Suud Rusli mengikuti persidangan pengujian UU Grasi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu 9 September 2015. Foto: MI/Immanuel Antonius

 

Metrotvnews.com, Jakarta: Permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden dapat diajukan dalam jangka waktu yang tidak dibatasi. Pembatasan waktu pengajuan menghilangkan hak konstitusional terpidana.

Demikian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang permohonan uji materi terkait pembatasan pengajuan grasi yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).

Uji materi dimohonkan anggota TNI Angkatan Laut yang dipidana mati atas kasus pembunuhan Dirut PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba) Budyharto Angsono, Suud Rusli.

"Pembatasan jangka waktu pengajuan permohonan grasi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Grasi, ternyata berpotensi menghilangkan hak konstitusional terpidana, khususnya terpidana mati," kata Hakim Konstitusi Aswanto ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung MK, Jakarta, Rabu (16/6/2016).

MK menilai pembatasan waktu pengajuan grasi juga menghilangkan hak pemohon jika hendak mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali atau PK, yang salah satu syaratnya ialah adanya novum atau data yang memang belum terungkap.

"Sedangkan ditemukannya novum itu sendiri tidak dapat dipastikan jangka waktunya," ujar Aswanto.

Mahkamah menilai grasi tidak hanya penting untuk terpidana, namun juga bisa menjadi kepentingan negara.

Sebab, grasi terkait dengan besarnya beban politik yang ditanggung atas penghukuman yang diberikan kepada terpidana yang mungkin ada kaitannya dengan tekanan rezim kekuasaan.

Grasi juga dapat dijadikan jalan keluar bagi seorang narapidana yang sangat memilukan keadaannya seperti mengalami sakit keras, sakit tua, ataupun penyakit menular yang tidak mungkin dapat bertahan hidup dalam lembaga pemasyarakatan.

"Terpidana (yang) menjadi gila, sehingga secara akal sehat dan atas dasar pertimbangan perikemanusiaan haruslah diberi kesempatan secara hukum, dalam hal ini melalui pemberian grasi," pungkas Aswanto.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono menyambut baik putusan itu. Permohonan grasi memang seharusnya tidak dibatasi.

"Pembatasan pengajuan grasi justru melanggar prinsip keadilan yang di atur dalam konstitusi RI. UU Grasi dari segi prosedur permohonan menghambat hak-hak warga negara untuk memperoleh keadilan," papar Supriyadi.

Putusan MK terkait waktu pengajuan grasi tersebut tertuang dalam Putusan NO 107/PUU-XII/2016.

Dalam permohonannya, Suud menilai grasi telah dijamin konstitusi sehingga tidak dapat direduksi atau dibatasi undang-undang di bawahnya.

Awal Januari 2015, Suud mengajukan grasi. Pada 31 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi Suud. Sejak awal, Suud memprediksi grasinya ditolak.

Kuasa hukum Suud Rusli, Boyamin Saiman, Kamis 22 Oktober 2015, menyampaikan, permohonan uji materi UU Grasi salah satu upaya agar grasi bisa diajukan kembali. (Media Indonesia)

 


Sumber: http://news.metrotvnews.com/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: