Jakarta - Mahkamah Agung (MA) sangat prihatin dengan penyidikan polisi yang menggunakan penjebakan dan merekayasa kasus narkotika. Hal itu telah dilakukan berulangkali dan terakhir terungkap dilakukan di Aceh kepada mahasiswa yang dituduh memiliki 50 gram ganja di kandang kambing.
"Indonesia sebagai negara hukum, aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum seharusnya berdasarkan pada hukum dan hak azasi manusia," kata MA yang tertuang dalam putusan nomor 401 K/Pid.Sus/2012 sebagaimana dilansir di websitenya, Selasa (19/8/2014).
Pernyataan itu terkait kasus yang menimpa Safriel Ilham. Polres Aceh Jaya menuduh Safriel membeli paket ganja seharga Rp 400 ribu kepada Simeng dan Sidi. Namun kedua nama itu hingga kini tidak ditangkap polisi.
Saat digerebek di rumah ayahnya di Desa Langgoeng, Kecamatan Meureuboe, Aceh Barat, polisi menggeledah sepeda motor Safriel tetapi tidak ditemukan ganja. Lalu Safriel dibawa ke kandang kambing milik orang tua terdakwa dan ditemukan narkotika jenis ganja. Padahal Safrizal tidak pernah menunjukkan di mana ganja tersebut disembunyikan. Sehingga menjadi tanda tanya mengapa polisi tahu ada ganja di kandang kambing tersebut.
Baik Pengadilan Negeri (PN) Calang maupun MA, sama-sama membebaskan Safriel dari seluruh dakwaan (virsjpraak). Sebab nyata-nyata pihak kepolisian menjebak dan merekayasa kasus tersebut.
"Bahwa penegakan hukum dengan cara merekayasa atau menjebak adalah merupakan pelanggaran hukum yang menodai citra aparat hukum sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat," cetus majelis hakim secara bulat.
MA juga menyoroti proses pemberkasan berita acara pemeriksaan (BAP). Menurut MA banyak kasus di mana tersangka disuruh menandatangani BAP tanpa membaca terlebih dahulu. Hal ini pula yang dialami Safriel.
"Pelanggaran hukum yang paling mendasar dilakukan polisi adalah menyodorkan BAP kepada terdakwa untuk ditandatangani. Padahal terdakwa tidak pernah membacanya," pungkas majelis dalam amar yang diketok pada 19 Februari 2014 lalu.