PANSER ANOA - Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kanan) menyeberangi danau menggunakan kendaraan Panser Anoa 2 6x6 Amphibious sebelum memimpin rapat pimpinan TNI di dalam lingkungan Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta timur, Senin (16/1). Rapim itu mengangkat tema "Bersama Rakyat TNI Kuat, Hebat, Profesional serta Siap Melaksanakan Tugas Pokok". Warta Kota/henry lopulalan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RIPrananda Surya Paloh, menilai harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar industri pertahanan tanah air bisa go internasional adalah wujud dari semangat untuk industri pertahanan bisa mandiri dan berdaya saing.
Namun Politikus NasDem itu juga mengingatkan agar pemerintah harus realistis dan terbuka melihat kondisi saat ini.
“Harus ada teknologi yang kita bisa membuat sendiri dan tidak ada alasan untuk melakukan impor. Contoh land and sea technology, ekosistem industrinya sudah ada di indonesia, seperti pabrik baja, komponen otomotif, elektronika meskipun itu masih belum high tech."
"Namun juga ada juga teknologi yang karena kebutuhan kita harus datangkan dari luar, seperti aerospace technology.”ujar Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI tersebut kepada Tribunnews.com, Kamis (19/1/2017).
Jangankan industri alumunium, imbuh Prananda Paloh, industri penghasil paku keling (rivet) pun juga bangsa ini tidak punya pabriknya.
"Apalagi supply chain nasional yang terkait aerospace, mulai dari engine sampai avionics. Semua impor dan risetnya pun butuh anggaran besar,” kata Prananda Paloh.
Prananda juga memberi masukan dan bahan evaluasi bagi pemerintah, agarindustri pertahanan dalam negeri harus jujur, terbuka dan tidak membohongi diri sendiri.
Karena dia mengingatkan agar jangan sampai pesawat dan helikopter canggih buatan negara lain disebut sebagai produk dalam negeri, padahal kita hanya merakit saja.
"Industri pertahanan dalam negeri harus diaudit dan diumumkan secara transparan, untuk mempertanggung jawabkan dana masyarakat dan mengetahui kekurangannya agar kedepan bisa diperbaiki atau bahkan dievaluasi ulang eksistensinya.” kata Prananda Paloh.
Prananda Paloh menambahkan bahwa, pemerintah dalam hal ini BUMNIS jangan naif untuk tidak meminta adanya local content ketika melakukan pembelian pesawat atau helikopter dari luar negeri.