Mantan Presiden Soeharto. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pemberian gelar pahlawan bagi presiden kedua RI, Soeharto, selalu menimbulkan pro dan kontra. Ada yang berpendapat bahwa ia layak mendapatkan gelar karena berjasa dalam pembangunan Indonesia. Namun, ada pula yang menilai, pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto membutuhkan kajian mendalam karena sejumlah peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahannya.
"Klarifikasi politik atas peranannya dalam berbagai peristiwa politik dan kekerasan sistematis belum pernah dilakukan. Sehingga tidak pernah akan diperoleh fakta obyektif atas kepahlawanan Soeharto," kata Ketua Setara Institute Hendardi, Selasa (10/11/2015).
Menurut Hendardi, dibutuhkan klarifikasi atas sejumlah kasus di antaranya dugaan pelanggaran HAM, dugaan korupsi, serta upaya penggulingan Presiden Soekarno.
Secara terpisah, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan pengabdian yang telah diberikan. Sejumlah keputusan politik yang pernah dihasilkan pun juga patut menjadi pertimbangan.
"Ini harus ada extraordinary. Kita sebagai bangsa masih tertinggal dari bangsa-bangsa di ASEAN. Pertimbangan sekarang pun sifatnya multinasional. Kalau dulu berperang, memberikan jasa untuk negara, sekarang juga perlu dilihat bagaimana kemampuan membangun bangsa," kata Hasto.
Pemerintah, lanjut dia, perlu menerima masukan dari masyarakat sebelum mengambil keputusan itu. Hasto menilai, layak atau tidaknya Soeharto menerima gelar, juga tergantung pada sejauh apa pandangan masyarakat terutama terkait persoalan HAM di masa lalu.
"Kami belum melihat tepat atau tidak tepat. Tapi, terhadap pelanggaran HAM, PDI-P menerima aspirasi bahwa seorang pahlawan nasional harus melindungi seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Ketua MPR Zulkifli Hasan sebelumnya menilai, Soeharto layak mendapat gelar pahlawan. Pengabdiannya selama 32 tahun sebagai Presiden kedua RI patut dijadikan pertimbangan.