Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta |
JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat mendapatkan rapor merah karena kinerjanya dinilai masih buruk. Dari 519 anggota DPR periode 2009-2014, hanya empat anggota yang kinerjanya sangat bagus, yaitu Muhidin Said, Riswan Tony, Ali Wongso H Sinaga, dan Aditya Anugrah Moha. Keempatnya dari Fraksi Partai Golkar.
Demikian salah satu hasil penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang dirilis di Gedung Djoeang, Jakarta, Kamis (3/4/2014). Koordinator Formappi Sebastian Salang menjelaskan, empat anggota DPR dianggap berkinerja sangat baik karena memiliki nilai rata-rata di atas 8,5.
Setidaknya ada enam indikator untuk menilai kinerja anggota DPR, yaitu kunjungan ke daerah pemilihan (dapil), memiliki rumah aspirasi di dapil, menghadiri rapat-rapat komisi, melaporkan harta kekayaan, menyampaikan gagasan dan aspirasi dalam rapat komisi, serta melaporkan kegiatan selama masa sidang dan reses.
Analisis penilaian menggunakan berbagai sumber data, seperti dokumen resmi DPR, daftar hadir komisi, risalah rapat komisi, dokumen fraksi, dokumen partai, dokumen anggota, dan situs anggota DPR selama tahun 2012. Dokumen kinerja DPR tahun 2012 diambil dengan alasan pada tahun itulah DPR memiliki aktivitas paling tinggi.
Selain empat anggota berkinerja sangat bagus, ada 29 anggota DPR (5,6 persen) yang diberi rapor baik. Jumlah anggota DPR yang kinerjanya dinilai cukup 51 orang (9,8 persen).
Mayoritas buruk
Mayoritas anggota DPR, yakni 435 (83,3 persen), anggota DPR berkinerja buruk. Hasil penelitian Formappi menyebutkan, sebanyak 117 anggota (22,5 persen) mendapat rapor buruk serta 318 anggota (61,3 persen) mendapat rapor sangat buruk.
Jika dilihat nilai rata-rata setiap fraksi, hanya F-PG yang mendapat nilai cukup (5,75). Fraksi yang dinilai buruk adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (5). Adapun rapor tujuh fraksi lain, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PDI-P, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi PPP, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura, sangat buruk dengan nilai antara 2 dan 3.
Dilihat dari nilai rata-rata per komisi, 11 komisi di DPR berkinerja buruk. Apabila dilihat dari nilai yang diperoleh, nilai Komisi VII teratas (5,11). Disusul berurutan Komisi X, Komisi V, Komisi VIII, Komisi XI, Komisi IV, Komisi II, Komisi III, Komisi IX, Komisi I, dan Komisi VI.
DPR mempertanyakan
Hasil penelitian Formappi itu dipertanyakan kalangan DPR. Anggota F-PKS, Indra, misalnya, mempertanyakan validitas data yang digunakan Formappi. ”Faktanya, reses atau tidak reses, anggota F-PKS itu rajin ke dapil. Pertemuan sampai tingkat RT pun kami datangi,” kata dia.
Selain itu, anggota-anggota F-PKS juga relatif lebih rajin mengusulkan gagasan dalam rapat-rapat. ”Cobalah buka risalah rapat, pasti datanya anggota PKS banyak yang sampaikan gagasan,” ujar Indra.
Anggota Komisi II DPR, Nurul Arifin, juga mempertanyakan penilaian untuk setiap komisi. Dibandingkan dengan komisi lain, Komisi II relatif lebih banyak terlibat dalam penyusunan dan pembahasan undang-undang.
Meski mempertanyakan, Indra dan Nurul tetap menghargai hasil penelitian Formappi. Keduanya akan menggunakan hasil penelitian itu sebagai masukan untuk membangun DPR.
Komisi VII yang nilainya paling tinggi justru disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap. Sejumlah pimpinan dan anggota Komisi VII disebut-sebut meminta uang tunjangan hari raya ke SKK Migas.
Transaksi meningkat
Terkait transaksi keuangan para calon anggota legislatif mencurigakan yang terindikasi tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memburu. ”PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sudah memberikan masukan, tetapi kami belum mengecek semuanya. Ini menjadi skala prioritas bagi kami karena momentumnya terbatas. Belum sampai pada angka (laporan PPATK). Namun, berapa pun yang dilaporkan PPATK, kenyataannya pergerakan transaksi keuangan mencurigakan itu kan meningkat. Dari situ menarik, makanya ada skala prioritas untuk dilakukan penelaahan data yang dari PPATK itu,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas.
Menurut Busyro, dalam data transaksi keuangan mencurigakan yang diberikan PPATK, KPK akan melihat apakah ada unsur gratifikasi. Busyro mengatakan, sangat mungkin, caleg terutama petahana menerima pemberian materi dari kalangan bisnis yang berkepentingan secara politik.
”Kalau dua kepentingan (politik dan bisnis) itu ketemu, melihat korupsi di Indonesia, itu kan sudah terjadi konspirasi antara elite politik dan bisnis. Ketika sampai pada unsur tindak pidana korupsinya, KPK akan masuk di situ,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan telah mendeteksi sejumlah caleg yang akan bertarung pada Pemilu 2014 dengan transaksi keuangan mencurigakan. Transaksi keuangan mencurigakan dari caleg itu terkait dengan sejumlah nama yang kini menjadi tersangka di KPK. (NTA/BIL)