Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul meninggalkan ruang persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/7/24). Ruhut akhirnya batal bersaksi dalam sidang terdakwa Anas Urbaningrum dan sidang ditunda hingga tanggal 7 Agustus mendatang. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengatakan, tidak ada yang salah dalam pelibatan Kombes Viktor E Simanjuntak saat penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bambang Widjojanto. Menurut dia, Kepolisian baru salah apabila melibatkan pihak lain dalam penangkapan itu.
"Apapun polisi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang endingnya untuk keberhasilan itu tidak masalah. Kalau dia pakai preman itu baru salah," kata Ruhut saat dihubungi, Rabu (25/2/2015).
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan sejumlah maladministrasi dalam penangkapan Bambang. Salah satunya, saat penangkapan, petugas tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri. (baca: Ombudsman: Penangkapan Bambang Widjojanto oleh Polri Maladministrasi)
Padahal, belakangan diketahui bahwa Viktor yang menangkap Bambang bukanlah penyidik, melainkan perwira menengah Lembaga Pendidikan Polri. (baca: Hakim: Budi Gunawan Bukan Penegak Hukum dan Penyelenggara Negara)
Ruhut menilai, rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman justru tidak dapat mendinginkan konflik antara KPK dengan Polri. Sebaliknya, rekomendasi itu justru dikhawatirkan akan memberatkan proses pemberiksaan terhadap Bambang dan Ketua KPK non-aktif, Abraham Samad.
"Saya hanya ingin mengingatkan, Ombudsman jangan memperkeruh suasana. Jangan yang kecil dibesarkan, yang besar dikecilkan. Mereka (Abraham dan Bambang) kan nantinya juga bakal diperiksa oleh polisi juga," kata politisi Partai Demokrat itu.
Bareskrim Polri menjerat Bambang tak lama setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Saat itu, Budi menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polri yang diusulkan Presiden Joko Widodo menjadi kepala Polri.
Bambang dituduh memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi.
Pada 23 Januari 2015, Bambang ditangkap seusai mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok dan langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai tersangka.
Ombudsman juga menganggap penangkapan terhadap Bambang melanggar undang-undang karena tidak didahului dengan pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka setidaknya setelah dua kali berturut-turut mangkir. (baca: Polri Diminta Beri Sanksi Sejumlah Penyidik Terkait Penangkapan Bambang Widjojanto)
Saat penggeledahan, petugas juga tidak dapat memperlihatkan surat perintah penggeledahan rumah Bambang. Dalam surat rekomendasinya, Ombudsman menganggap aksi tangkap tangan terhadap Bambang tidak dibenarkan karena tidak melalui proses penyelidikan terlebih dahulu.