(forbes.com)
|
VIVAnews – Murdaya Poo menyatakan istrinya, Siti Hartati Murdaya yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap Hak Guna Usaha lahan perkebunan sawit di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah, menjadi korban pemerasan.
Pengusaha yang juga mantan politisi PDIP itu yakin istrinya tidak pernah menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu, terkait HGU lahan perkebunan sawit di daerah itu.
“Dia terang diperas. Mana buktinya? Omongan telepon disadap itu bohong semua. Kalau mau menarget, target saja. Alasan bisa apa saja,” kata Murdaya Poo saat menjenguk istrinya di Rumah Tahanan KPK, Jakarta, Kamis 13 September 2012.
“Uang secuil begitu saja, untuk perusahaan kami tak ada artinya. Orang sudah kerja setengah mati, bangun (pabrik di Buol) itu 18 tahun. Di situ daerah terpencil, tak ada orang mau di sana,” ujar Murdaya.
Pabrik di Buol seluas 4.500 meter persegi itu, menurut dia, dibangun di atas kontur tanah penuh dengan tebing dan jurang. “Kami dipersulit, dan daerah itu betul-betul tidak layak untuk ditanami sawit,” imbuhnya.
Murdaya mengatakan, istrinya beberapa belas tahun yang lalu mau menolong daerah terpencil yang tertinggal itu, bukan demi keuntungan apa-apa. “Betul-betul karena istri saya berjiwa sosial. Apa yang didapat perusahaan kami di sana? Tak ada, terlalu kecil untuk kami,” ucap dia.
Namun di sana, lanjut Murdaya, perusahaan istrinya malah sengaja diperas dengan cara diganggu aktivitas pabriknya. Para pekerja perusahaan bahkan dipaksa mogok oleh preman setempat.
“Segala-galanya dikacaukan. Kasihan 3.500 pegawai dan ribuan rakyat di sana kalau sampai pabrik itu mogok. Jadi direktur (perusahaan) kami melakukan hal itu (memberi uang kepada Bupati Buol),” kata Murdaya Poo.
“Memang seolah-olah telepon disadap. Tapi itu cerita separuh. Kenyataannya Bu Hartati tidak pernah mengizinkan (pemberian uang). Yang melakukan itu direktur-direktur tanpa sepengetahuan dia,” ujar Murdaya. Ia menegaskan, perusahaan istrinya tak pernah meminta HGU lahan sawit.
Apapun, KPK meyakini kasus yang menyeret Hartati Murdaya itu terkait suap-menyuap penerbitan hak guna usaha lahan perkebunan sawit di Kabupaten Buol. “KPK sampai saat ini masih percaya ini adalah kasus suap-menyuap, bukan pemerasan,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Rabu 12 September 2012. (eh)