Arah Pendidikan dan Ekonomi Umat

Author : Aries Musnandar | Rabu, 19 Maret 2014 10:29 WIB

Setelah sebelumnya mendapatkan pesan singkat sms dari Pak Imam (Prof. Imam Suprayogo), mantan pembantu Rektor UMM agar mengambil hadiah buku dirumahnya, maka untuk kesekian kalinya saya sowan menemui beliau. Seperti biasa beliau selalu menerima hangat tamunya meski saya datang agak malam karena ada urusan lain. Diawal pertemuan Pak Imam memberikan hadiah yang dijanjikan yakni buku berjudul “Teladan Sang Pemimpin” berupa kumpulan tulisan tentang beliau dari sudut pandang para cendekiawan yang aktif berorganisasi di persyarikatan Muhammadiyah yang pernah berinteraksi dengan Pak Imam semasa beliau aktif di Muhammadiyah khususnya UMM.

 Dalam kesempatan itu saya juga memberikan hadiah buku terbaru berjudul “Indonesia: A Challenge Country” merupakan kumpulan artikel saya yang sebagian besar telah dimuat di The Jakarta Post,  koran terbesar berbahasa Inggris di Indonesia. Biasanya buku-buku saya terdahulu memuat kata pengantar Prof. Imam Suprayogo, tetapi kali ini buku yang diterbitkan UB Press tersebut diberikan kata pengantar oleh Prof. Chandra Ananda, Dekan FEB UB yang juga mengenal dekat  Pak Imam. Tahu bahwasanya saya juga membawa buku baru untuk dihadiahkan kepadanya Pak Imam mengungkapkan rasa senangnya seraya menyatakan bahwa hal yang paling berharga diantara penulis adalah saling tukar menukar buku atau hasil karya tulis masing-masing.

Sebagaimana biasa setiap saya bersilaturrahmi, Pak Imam senantiasa  antusias berdiskusi dengan melontarkan berbagai ide dan gagasan menariknya. Sesekali saya menimpali dengan juga melontarkan pendapat sehingga perbincangan menjadi gayeng dan tak terasa waktu satu setengah jam telah dihabiskan untuk mendiskusikan berbagai hal mulai dari pendidikan hingga persoalan ekonomi. Keluasan pengetahuan beliau memungkinkan untuk memaparkan pokok-pokok pikiran yang tidak terbatas hanya pada satu bidang ilmu saja, sehingga beliau mampu meladeni tamu berlatar belakang pendidikan apapun untuk berdiskusi panjang lebar. Terkait dengan pemahaman ekonominya ada hal menarik yang perlu saya kemukakan, selama ini menurut Pak Imam pandangan ekonomi liberal mempercayai bahwa kebutuhan manusia itu amat besar, sementara ketersediaan bahan baku dan fasilitas terbatas. Bagi Pak Imam pandangan seperti ini kurang tepat dan tidak Islami, justeru sebaliknya bahwa kebutuhan manusia itu yang terbatas sedangkan fasilitas atau sumber yang tersedia demikian luas dan besar, tak terbatas, hanya kita saja yang tidak pandai bersyukur dalam memanfaatkan sebaik-baiknya potensi yang terhampar dihadapan bagi kebutuhan kita sendiri. 

Untuk mendukung pandangan ini oleh Pak Imam diilustrasikan secara sederhana tentang kebutuhan manusia Indonesia terhadap beras. Menurut beliau, sesungguhnya setiap 1 kilogram beras bisa dijadikan 12 piring nasi. Sehari-hari tiap orang  katakanlah mengkonsumsi nasi 3 piring, sebulan kira-kira dibutuhkan 90 piring nasi atau 7 sampai 8 kg beras atau belum mencapai 100 kg pertahun. Sementara itu jika satu orang menanam padi dengan luas lahan 1 hektar saja maka hasil yang diperoleh bisa berton-ton beras dalam setahun.  

Ini berarti jika lahan di Indonesia yang demikian  luas itu ditanami padi betapa banyaknya beras yang akan kita peroleh. Sehingga swasembada beras bukan merupakan hal sulit. Namun sayang persoalannya lahan pertanian  semakin hari kian mengecil karena dialihfungsikan menjadi perumahan, perkantoran, industri dan sebagainya, disisi lain generasi penerus bangsa di lahan-lahan pertanian malah migrasi ke kota mencari pekerjaan diluar bidang pertanian akibatnya kelangkaan hasil pertanian sesuatu yang niscaya.

Problematika sosial seperti ini bisa dikatakan akibat kegagalan dari sistem pendidikan yang menyamaratakan penerapan model pendidikan, sehingga konsekuensi penerapan keseragaman tersebut membuat potensi dan kekhasan masing-masing wilayah tidak terangkat menjadi suatu kekuatan. Di pedesaan yang memiliki lahan pertanian luas semestinya pendidilkan untuk generasi penerus disana lebih ditekankan pada kebutuhan kecakapan dalam mengelola lahan pertanian bukan menyamakan materi pendidikan dengan sekolah-sekolah lain di kota-kota besar yang tidak mempunyai lahan pertanian. 

Demikian pula di wilayah pesisir semestinya pendidikan terkait dengan persoalan budi daya perikanan dan beraneka kekayaan laut lainnya yang tersebar disejumlah pulau dan kepulauan nusantara ini. Kekeliruan model pendidikan yang diterapkan berdampak pada hal-hal yang menyangkut kesejahteraan ekonomi bangsa karena segala sesuatunya diatur secara sentralistis dan kurang menghargai kekuatan dan kearifan lokal setempat. Paradigma pejabat dalam merumuskan kebijakan pendidikan mesti diubah dari pola berpikir keseragaman dan keteraturan ke pola keanekaragaman desentralisasi sebagaimana bangsa ini sesungguhnya dikaruniai Allah satu Tanah Air yang memiliki beragam potensi, ciri khas dan keunikan.

Sejatinya, manakala anak didik telah mampu "calistung" atau 3 M (membaca  menulis dan menghitung), sebaiknya sistem pendidikan diarahkan pada pengembangan potensi yang dimiliki dimasing-masing daerah. Proses dan kegiatan pembelajaran pun tidak hanya sekedar penyampaian teori di ruang-ruang kelas tetapi menerapkan praktek langsung sesuai dengan ciri khas dan keunikan masing-masing wilayah, misalnya apabila diwilayahnya terbentang lahan pertanian maka pembelajaran seyogyanya dilakukan langsung di areal-areal pertanian dengan melibatkan petani, penyuluh pertanian, peternak dan pihak terkait, jika lokasinya dipesisir maka pembelajaran juga melibatkan para nelayan, petambak dan pihak terkait lainnya, begitu seterusnya. 

Dengan demikian diharapkan kecakapan SDM kita nantinya akan lebih terampil, mumpuni dan bervariasi, sesuai kebutuhan masyarkat setempat. Lebih jauh lagi pengetahuan berikut kecakapan yang dimiliki tentu akan sangat bermakna dan bermanfaat tidak hanya bagi diri mereka sendiri yang tinggal diwilayahnya tetapi juga bagi bangsa dan negara secara keseluruhan. Akhirnya, kesejahteraan ekonomi masyarakat pun merupakan suatu hal yang niscaya untuk diwujudnyatakan. Inilah keterkaitan pendidkan dan persoalan ekonomi yang perlui dicermati bersama.   Wallahu a'alam.  

*) Penulis adalah pemerhati Pendidikan dan Ekonomi Umat / Konsultan SDM

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: