Belajar dari para tokoh Petisi 50 (bagian 2-habis)

Author : Aries Musnandar | Selasa, 07 Oktober 2014 09:45 WIB

Sebagai gerakan politik tentu Petisi 50 kerapkali mengadakan rapat-rapat interen, namun seringkali rapat-rapat mereka itu terbuka untuk umum meski dibawah pengawasan aparat keamanan yang berkeliaran diuar gedung rapat. Pada masa itu memang banyak intel-intel pemerintah yang ditugaskan untuk mengikuti setiap gerak gerik politik warga yang dianggap dapat membahayakan Negara (baca: pemerintahan saat itu) dan merongrong kewibawaan pemerintah khususnya Presiden Soeharto. Aparat keamanan yang mengawasi komponen masyarakat yang melakukan aktivitas politik (yang sebenarnya dilarang pemerintah) biasanya bersikap represif dan tidak segan-segan melakukan aksi dan tindakan anarkis kepada warga Negara yang melakukan politik praktis. Sudah banyak mahasiswa kala itu yang ditangkap aparat keamanan. Suara mahasiswa dibungkam dan dilarang melakukan politik praktis sementara partai politik yang resmi sudah terkooptasi oleh pemerintah untuk melakukan koor satu suara mendukung apapun kebijakan pemerintah. Maka pada masa itu kekuasaan pemerintah amat dominan dibandingkan dengan dua lembaga tinggi Negara lainnya (Yudikatif dan legislatif).


Rapat dan pertemuan Petisi 50 kerap dihadiri sejumlah mahasiswa yang berani mengambil resiko diciduk aparat. Sehingga tidak banyak mahasiswa yang berani datang pada acara pertemuan yang diadakan kelompok ini. Sebagai aktivis mahasiswa kala itu rasa ingin tahu untuk memahami pandangan-pandangan politik para tokoh membuat saya ingin menghadiri sejumlah rapat-rapat politik yang sebenarnya dilarang diadakan di kampus-kampus ataupun diluar kampus. Bahkan saya pernah diajak senior saya sesama aktivis mahasiswa untuk ikut rapat-rapat petisi 50 yang diadakan di berbagai tempat seperti di rumah Ali Sadikin dan restoran di Kebayoran Baru.

Para anggota Petisi 50 bukanlah orang sembarangan bahkan Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta meski tidak menandatangani Petisi 50 yang diajukan ke Pemerintah beliau tampak mendukung kelompok ini dan acapkali juga bertemu dengan para anggota Petisi 50. Saya sungguh sangat menikmati berbagai ide, wacana, pandangan, pendapat dan gagasan politik para tokoh ini yang demikian bernas dan mencerahkan. Sebagai anak muda saya merasakan betapa “semangat juang 45” yang dimiliki para sesepuh Petisi 50 itu juga telah menginspirasi dan menyemangati saya untuk berorganisasi pada masa mahasiswa dahulu. Para tokoh dan sesepuh Petisi 50 tersebut menunjukkan wibawa dan kesederhanaan hidup pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan sesuatu yang amat jarang kita lihat sekarang di pentas perpolitikan Indonesia. Dalam kesederhanaan mereka tetap memiliki semangat juang tinggi dan komitmen penuh untuk mensejahterakan rakyatnya ketika itu melalui cara berdikari berdiri diatas kaki sendiri. Politik bebas aktif benar-benar dijalankan meski tampak agak kekiri-kirian, namun yang jelas kedaulatan Negara dan bangsa sangat dijunjung tinggi. Pengaruh globalisasi melalui infiltrasi budaya asing ke Indonesia berhasil dicegah oleh para pemimpin bangsa kala itu dengan mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotik bangsa Saya sebagai generasi penerus merasakan manfaat dari interaksi dengan para tokoh 45 yang tergabung dalam Petisi 50 itu terutama pada kekuatan karakternya.

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: