Belajar dari para tokoh Petisi 50 (bagian1)

Author : Aries Musnandar | Kamis, 02 Oktober 2014 10:51 WIB

Pada masa aktif sebagai mahasiswa di era tahun 1980 an saya mengenal dan "berguru" (baik langsung maupun tidak) dari sejumlah tokoh petisi 50 seperti mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir, Kasman Singodimedjo, Jenderal (Purnawirawan) A.H. Nasution, Syafrudin Prawiranegara, mantan Gubernur Ali Sadikin, AM Fatwa, Darsyaf Rahman, Judil Herry Justam dan masih banyak lagi yang lain. Kelompok Petisi 50 muncul saat rezim orde baru (Orba) yang dipimpin Soeharto sedang kuat-kuatnya berkuasa dan amat keras dalam menyikapi para penentangnya. Petisi 50 lahir disebabkan keprihatinan terhadap penyelengaraan Negara oleh pemerintah Soeharto yang dianggap telah melenceng dari konsitusi dan filosofi Negara. Namun mereka tidak takut tindakan opresif dan represif pemerintah, mereka khususnya mantan pejuang 45 itu sudah terbiasa menghadapi tekanan bahkan saat di medan juang mereka mengalami senyatanya peperangan dalam pertempuran jarak pendek meski persenjataan mereka terbatas dan kuno dibandingkan meriam dan tank-tank serta alat canggih lain yang digunakan penjajah Belanda. Dinamakan Petisi 50 karena memang anggotanya terdiri dari 50 orang tokoh mulai dari mantan Perdana Menteri masa kemerdekaan RI dahulu, para mantan jenderal, akademisi dan tokoh mahasiswa senior pada masa itu.

Keberadaan Petisi 50 populer dikalangan aktivis mahasiswa yang pada masa Orba terkekang aspirasi politiknya akibat pemberlakuan konsep NKK BKK yang membatasi ruang gerak sivitas akademika termasuk juga mahasiswa dengan melarang kebebasan mimbar yang sebelumnya pernah dinikmati masyarakat kampus. Petisi 50 bisa dikatakan satu-satunya kelompok elite/ tokoh bangsa yang berani dan lantang bersuara mengkiritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang didominasi dari pandangan-pandangan sang Presiden. Menurut kelompok ini Soeharto telah menafsirkan konstitusi dan filosofi Negara berdasarkan pemahamannya sendiri, sementara Soeharto pun berkilah bahwa Petisi 50 juga merasa paling benar sendiri. Jadi disini terjadi pertarungan pemahaman atas ideologi dan konsitusi Negara oleh para tokoh bangsa yang saling berbeda pandangan satu sama lain....(bersambung)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: